Audiotorial “Open Government”

Pemerintah Kabupaten Jember belum benar-benar menerapkan open government. Padahal, kata pakar Administrasi Publik dari FISIP UNEJ, pak Hermanto Rohman, untuk mencapai tujuan dalam pembangunan berkelanjutan ruang partisipasi warga harus dibuka lebar-lebar. Pernyataan itu disampaikan pak Hermanto Rohman di sela-sela Focus Group Discussion atau Diskusi Kelompok Terarah bertajuk Pembangunan Berkelanjutan.

Kalau boleh me-reka-reka, pemerintahan yang terbuka adalah pemerintahan yang memberikan akses seluas-luasnya kepada warganya. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah akses terhadap proses pembuatan kebijakan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Termasuk tentu saja dan ini sepertinya yang paling penting– kebijakan yang menyangkut distribusi dan alokasi anggaran. Dengan cara seperti itu, maksudnya terbuka dan membuka diri, warga tersangsang berpartisipasi. Partisipasinya bisa macam-macam, mulai dari kontribusi gagasan atau memberikan masukan hingga dukungan terhadap kebijakan tersebut.

Tetapi, yang terjadi ternyata tidak demikian, Komisi Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Jawa Timur pernah merilis, Kabupaten Jember menempati urutan 35 dari 38 Kabupaten/kota di Jawa Timur dalam hal keterbukaan informasi. Masyarakat tidak memiliki akses informasi yang memadai. Terutama informasi  yang menyangkut serta mempengaruhi hidup dan kehidupan mereka. Padahal, memperoleh informasi adalah hak publik.

Begitulah, persoalan bagi pemerintahan yang belum menerapkan open govenrment sejatinya bukan cuma  menyangkut partisipasi warga. Penyelenggara pemerintahan yang tidak terbuka berpotensi melahirkan kesan ada yang ditutup-tutupi, ada yang disembunyikan dan hendak dimanipulasi. Kalau kesan itu menguat, bukan tidak mungkin warga enggan berpartisipasi. Kalau warga enggan berpartisipasi, pembangunan berkelanjutan bisa dipastikan terusik. Sebab, tidak ada pembangunan yang bisa dijalankan tanpa partisipasi warga. Setidaknya partisipasi berupa dukungan terhadap kebijakan. Partisipasi tidak cukup hanya di Musrenbang, karena bisa jadi ketika rencana itu digedog menjadi produk hukum gagasan masyarakat yang muncul dan ditampung di musrenbang tidak terakomodasi dalam kebijakan yang sudah menjadi produk hukum.

Lebih dari semua itu, keterbukaan adalah keniscayaan dalam tata kelola pemerintahan yang baik.  Keterbukaan pula yang menjadi ciri penting sekaligus petunjuk bahwa pemerintah sudah menjalankan  Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. (Aga)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.