Demikian dipaparkan staf pengajar Faklultas Ekonomi Universitas Jember, Doktor Rafael Purtomo Somaji, dalam seminar regional ”Dinamika Konflik Tanah Ketajek”, di Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Menurut Rafael, banyak stake holder yang terlibat kasus tersebut, mulai dari LSM, tokoh masyarakat, PDP, kepolisian, BPN dan sejumlah elemen masyarakat. Pihak-pihak yang berkepentingan itulah yang menyebabkan konflik Tanah Ketajek tak kunjung berakhir.
Akibat konflik yang berkepanjangan justru memiskinkan rakyat karena hilangnya akses tanah. Masyarakat akhirnya menjadi transmigran di Kalimantan, maraknya kasus pencurian dan perampokan dan hilangnya kekerabatan, kerusakan lingkungan mulai tahun 2003 hingga 2012. Sehingga terjadi perambahan hutan seluas 5000 hektar yang dikelola menjadi perkebunan.
Hal senada disampaikan koordinator Paguyuban Pemilik Tahan Katajek (PMTTK), Suparjo. Namun menurut Suparjo, saat ini sudah ada langkah menuju penyelesaian. Hal ini bisa dilihat dari terbitnya SK Bupati Jember yang mengarah kepada hak milik. Ia berharap pemerintah memberikan kesempatan kepada petani mengelola tanah yang menjadi haknya. Di sisi lain kemitraan dengan PDP tetap jalan dengan membeli hasil perkebunan milik rakyat.
Sementara Wakil Direktur Bagian Produksi PDP, Sudarisman, menjelaskan perlu kemauan semua pihak untuk menyelesaikan konflik Tanah Ketajek, terutama petani. Pemkab Jember sudah mempunyai kemauan politik untuk segera menyelesaikan kasus itu. Karena itu pihaknya segera mendata dan memverifikasi 803 pemilik tanah Katajek sesuai SK Menteri. (Hafit)