Bupati Djalal akhirnya hanya menandatangani Raperda Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Khahyangan dan Raperda air tanah.
Dalam pidatonya, Bupati Djalal menyatakan tidak bisa menandatangani lembar pengesahan persetujuan Perda karena masih ada yang perlu direvisi dalam Raperda pasar tradisional, toko modern dan pusat perbelanjaan. Menurut Djalal, bukan hanya pasar tradisional yang membutuhkan perlindungan, pelaku usaha lain juga membutuhkan perlindungan.
Akibatnya rapat paripurna pengesahan Raperda diwarnai berbagai interupsi. Salah satunya disampaikan Ketua Komisi D DPRD Jember, Ayub Junaidy. Ayub sangat menyayangkan keputusan Bupati MZA Djalal menolak menandatangani Raperda pasar tradisional, toko modern dan pusat perbelanjaan. Apalagi, kata Ayub, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait juga ikut berperan dalam pembahasan Raperda tersebut.
Hal senada disampaikan anggota DPRD Jember, Lilik Niamah. Lilik Niamah menegaskan tidak masalah bupati tidak mau menandatangani Raperda pasar tradisional, pasar modern dan pusat perbelanjaan. Sesuai tatatertib DPRD Jember, meski bupati tidak mau menandatangi Raperda namun Perda tersebut tetap bisa diberlakukan 30 hari terhitung setelah persetujuan eksekutif dan legeslatif.
Namun pernyataan Lilik Niamah dibantah anggota DPRD Jember dari Fraksi PKNU, Mohammad Jufriyadi. Jufri mengaku tidak menemukan pasal yang mengatur pemberlakukan Perda seperti yang dipaparkan Lilik Niamah. (Hafit)