Menurut pengamat hukum Universitas Jember Nurul Gufron, awalnya keberadaan MK diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia.
Penangkapan Akil Mochtar bisa menjadi titik balik proses reformasi hukum di Indonesia karena Akil merupakan pucuk pimpinan lembaga tinggi negara di bidang hukum.
Namun demikian munculnya wacana pembubaran MK dan pengurangan kewenangan MK, kata Gufron, juga tidak bisa dibenarkan. Pemerintah hanya bisa memperbaiki pola rekrutmen hakim konsitusi sehingga bisa mendapatkan hakim yang bermoralitas tinggi.
Mahasiswa FISIP Universitas Jember Ferio Pristiwan Ekananda mengaku kecewa dengan tertangkapnya pucuk pimpinan penjaga konstitusi di Indonesia itu. Selam ini Mahkamah Konsitusi dipandang sebagai satu-satunya lembaga tinggi negara yang relatif bersih. Dia berharap nantinya seluruh hakim Mahkamah Konstitusi tidak berasal dari partai politik seperti Akil Mochtar. Selain itu, KPK lebih aktif melakukan pembersihan kasus korupsi di seluruh lembaga tinggi negara. (Ulung)