Sistem yang berjalan dalam pemilu legislatif, menurut sejumlah caleg, tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Menurut caleg PKB dapil 1, Ayub Djunaidy, warga Jember tidak memperhitungkan kinerja anggota dewan sebagai anggota legislatif selama 5 tahun. Warga justru memilih calon anggota legislatif yang memberikan uang politik saat hari pelaksaan.
Ayub mengaku kewalahan dengan sistem yang sangat liberal, dan tidak mempertimbangkan aspek rekam jejak seseorang caleg. Ayub juga berpandangan, dengan persaingan caleg di internal parpol sangat berdampak kurang baik terhadap solidaritas masyarakat.
Hal senada dipaparkan calon anggota DPRD Jember dari PDI Perjuangan, Maman Sabariman. Maman mengaku heran, warga lebih memilih caleg yang membagi-bagikan uang daripada kemampuan dan rekam jejaknya. Jika ongkos untuk duduk sebagai anggota dewan sangat mahal, menyebabkan kinerja mereka tidak akan maksimal. Anggota dewan terpilih justru sibuk mengembalikan modal politik, untuk nyaleg.
Sedangkan caleg Partai Gerindra, Suharyono mengaku kalau dirinya sudah apatis melihat kondisi di tengah masyarakat. Pilihan politik rakyat dengan mudah diubah dengan imbalan uang. Dalam sistem pemilu yang sekarang diberlakukan di Indonesia, seharusnya peran Panwas dimaksimalkan, sehingga kejadian bagi-bagi uang pada siang hari tidak. Jika bekal menjadi anggota dewan dengan membeli suara rakyat, besar kemungkinan kinerja mereka tidak akan maksimal. (Ulung)