Pengesahan RUU Pilkada tidak langsung atau pemilihan melalui DPRD, oleh DPR RI semalam, mendapat kecaman sejumlah pihak baik akademisi dan politisi.
Pakar Hukum Tata Negara dan Pidana Universitas Jember, doktor Muhammad Nurul Ghufron, menilai pemerintah dan DPR RI tidak konsisten dengan memutuskan pilkada melalui DPRD.
Nurul Ghufron menjelaskan, dengan disahkannya UU Pilkada tak langsung, maka secara struktural akan banyak PR bagi bangsa ini. Sebab, sudah banyak investasi bagi pembangunan demokrasi di Indonesia, seperti gedung, sekretariat dan SDM KPU. Dengan Undang-Undang Pilkada yang baru, keberadaan mereka jelas dinafikkan. Penyelenggaraan pilkada ke depan tidak lagi membutuhkan KPUD dan PPK, kecuali di tingkat pusat.
Menurut Ghufron, keberadaan sebuah produk hukum, tidak hanya harus konsisten dengan Undang-Undang Dasar, tapi juga harus konsisten dengan undang-undang sistem paket pemilu yang lain.
Ghufron menambahkan, meski RUU tersebut sudah dimenangkan pro pilkada tidak langsung, namun masih belum berakhir karena masih bisa diubah. Salah satunya melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Sementara politisi PKB, Ayub Junaidi, menyesalkan sikap DPR RI dari Koalisi Merah Putih yang telah meloloskan pilkada melalui DPRD. Ia tidak setuju dengan keputusan yang diambil melalui voting tersebut, karena merampas hak konstitusional rakyat untuk memilih pimimpinnya. Wakil Ketua DPRD Jember tersebut menjelaskan, sikap pro pilkada melalui DPRD tersebut menandakan bahwa mereka tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat secara baik. (Hafit)