Meski presiden SBY sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) untuk membatalkan Undang-Undang Pilkada tidak langsung, namun sejumlah politisi dan masyarakat masih pesimis PERPU tersebut lolos pada di DPR RI.
Politisi PKB, Ayub Junaidi masih khawatir, PERPPU itu hanya pencitraan presiden SBY semata. Sebab, setelah PERPPU ditandatangani presiden, masih perlu diuji di DPR RI.
Dengan situasi yang terjadi polarisasi kekuatan di DPRI RI seperti saat ini, Ayub pesimis PERPPU bisa diterima dan ditetapkan menjadi undang-undang. Sebab, kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) sangat dominan di parlemen. Karena itu, ia meminta masyarakat jangan berharap banyak dengan DPR yang ada sekarang. Lebih baik menyiapkan langkah perlawanan hukum untuk mengantisipasi DPR menolak PERPPU.
Hal senada disampaikan Ubaidillah Amin, salah seorang warga Jember yang hendak melayangkan judicial review. Ia masih belum yakin PERPPU bisa disetujui DPR RI yang baru. Ia tetap akan terus berkoordinasi dengan Fakultas Hukum Universitas Jember, untuk melakukan uji materi di MK.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Universitas Jember, doktor Nurul Ghufron menyatakan, dengan adanya PERPPU itu, berarti tuntutan masyarakat Jember sudah dipenuhi. Jika disetujui DPR dalam sidang berikutnya, maka PERPPU itu menjadi undang-undang. Namun, jika DPR menolaknya, maka pilkada tetap melalui DPRD. Meski demikian, masyarakat tetap masih mempunyai peluang untuk melakukan uji materi ke MK. (Hafit)