Pejabat beberapa partai politik Jember yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menyatakan, sejauh ini belum ada pembicaraan, apalagi kesepakatan yang dibangun untuk memunculkan pasangan Bupati-Wakil Bupati pada pemilukada 2015. Mereka juga menyatakan sepanjang belum ada kesepakatan, maka partai manapun mempunyai peluang yang sama untuk mengusung bakal calon.
Para petinggi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), juga melihat klaim pihak tertentu yang katanya sudah memulai pembicaraan tentang bakal calon Bupati diusung KPM sebagai pernyataan wajar. Malah Wakil Ketua Partai Gerindra JEMBER, Pak Masduqi, menegaskan andai benar klaim seharusnya ditindaklanjuti.
Begitulah, mau pilkada tidak langsung atau pemilukada langsung, tetap saja peran sentral ada pada partai politik. Maksudnya, sistem apapun yang dipilih, yang mengusung bakal calon Bupati-Wakil Bupati adalah partai politik.
Oleh karena itu, yang paling penting adalah mekanisme di internal partai dalam merekrut bakal calon. Kalau mekanismenya oligarkis, cuma ditentukan oleh elit partai, maka bakal calon yang muncul niscaya tidak mencerminkan aspirasi rakyat. Apalagi, proses pemunculannya diwarnai dengan praktik yang dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2014 jelas-jelas dilarang, yakni mahar politik.
Partai Politik adalah instrument penting dalam demokrasi perwakilan. Organisasi iniĀ merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang dengan nilai, idealisme, dan platform politik yang sama, lalu melalui partai politik, nilai, idealisme dan platform politik itu diperjuangkan. Jadi, parpol adalah kepanjangan tangan konstituen yang oleh karena itu pula, suara atau aspirasi yang diperjuangkan mestinya adalah suara atau aspirasi konstituen. Parpol yang pengambilan keputusannya bersifat elitis, diputuskan hanya oleh petinggi parpol bakal menanggung resiko ditinggal konstituen.
Hingga di sini menjadi makin jelas, betapa pentingnya proses di internal partai dalam mengusung bakal calon Bupati dan wakilnya. Parpol tinggal memilih, proses rekruitmen bakal calon Bupati secara terbuka, menampung aspirasi konstituen, bahkan suara rakyat, atau rekruitmen diam-diam tanpa uji publik. Kalau pilihannya jatuh pada model pertama, maka bakal calon yang diusung partai bersangkutan bakal memiliki tingkat penerimaan yang tinggi. Akseptabel, kata akademisi. Legitimasi atau pengakuan serta dukungan masyarakat juga tinggi.
Sebaliknya, kalau pilihannya jatuh pada model rekruitmen yang tertutup, diam-diam, elitis atau oligarkis, maka parpol bakal menanggung resiko berupa munculnya problem akseptabilitas dan legitimasi. Sekarang berpulang pada parpol, mauĀ pilih yang mana? Pilih mekanisme yang mengakomodasi aspirasi konstituen atau pengambilan keputusan yang bersifat elitis tetapi kemudian akan dilihat oleh siapapun sebagai proses pengambilan keputusan yang mencederai kepercayaan konstituen, kepercayaan rakyat.
(Aga)