Audiotorial “PNS”

newsDelapan Calon PNS yang lolos seleksi penerimaan PNS K-2, disinyalir bermasalah. Ada kemungkinan mereka dipidanakan lantaran diduga memalsu dokumen. Malah menurut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jember, Pak Joko Santoso, kasusnya sudah dilaporkan ke polisi.

Salah satu syarat mengikuti seleksi PNS bagi pegawai honorer adalah bahwa mereka harus tercatat sebagai tenaga honorer maksimal tahun 2005. Belakangan beberapa peserta diindikasi memalsu dokumen seolah mereka sudah menjadi tenaga honorer tahun 2005.

Begitulah, Pegawai Negeri masih dilihat sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Oleh karena itu, banyak yang meminatinya. Beberapa menempuh berbagai cara, termasuk taruh misalnya menyuap. Bahwa Pegawai Negeri memiliki daya tarik juga bisa dilihat dari banyaknya kasus penipuan yang memanfaatkan momentum penerimaan Pegawai Negeri. Juga tidak sedikit yang tertangkap lalu berurusan dengan penegak hukum.

Tentu saja tidak ada yang salah dengan minat dan keinginan menjadi Pegawai Negeri. Yang menjadi soal adalah ketika untuk menuju ke sana cara-cara yang ditempuh dan dipilih adalah cara-cara yang tidak terpuji. Taruh umpamanya memalsu dokumen atau menyuap.

Orang tentu berpikir, belum menjadi PNS sudah berani melakukan perbuatan manipulatif, bagaimana nanti setelah menjadi PNS. Sebelumnya, publik juga disuguhi berita tentang indikasi pungli di jajaran Dinas Pendidikan. Guru yang hendak naik pangkat konon diminta membayar uang pelicin. Belakangan kabar itu ditepis disertai penjelasan andai ada yang penyimpangan, penyimpangan itu bukan pungli, tetapi kecurangan dalam memenuhi persyaratan berupa karya ilmiah. Jadi, yang dituding curang justru oknum guru. Modusnya, untuk oknum guru menggunakan jasa pihak lain untuk membuat karya tulis ilmiah.

Publik pasti berharap, andai kecurangan itu terbukti, ada tindakan tegas yang berefek jera. PNS adalah abdi negara, pelayan publik. Merekalah yang menyedot paling banyak anggaran belanja negara. Publik tentu tidak ingin negara dikelola dan berada di tangan orang-orang yang di benaknya cuma ada pikiran-pikiran manipulatif. Dan lebih membahayakan lagi, kalau kecurangan itu merata lalu memasuki semua lini, bergerak dari hulu hingga hilir, dari atas hingga ke bawah.

Akhirnya, pada saat yang sama publik bisa diduga mengapresiasi sikap tegas Badan Kepegawaian Daerah yang membawa perkara kecurangan Calon PNS ke ranah hukum. Bisa diduga pula publik akan jauh lebih menghargai kalau ikhtiar itu tidak berhenti hanya sampai pada dan berlaku hanya bagi mereka yang kebetulan bukan pejabat.

(Aga)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.