Audiotorial “Keterbukaan Informasi Publik”

newsBupati Jember, Pak MZA Djalal, mengakui layanan informasi publik di Jember belum maksimal. Pada saat yang sama Pak Djalal berterima kasih atas masukan dari Komisi Informasi Publik Jawa Timur, seraya berjanji akan memperbaiki sistem layanan informasi publik.

Syukurlah kalau begitu, Pak Bupati Djalal tidak tedeng aling-aling, dengan besar hati mengakui layanan informasi publik di Jember belum maksimal. Apalagi pengakuan itu disampaikan kepada awak media. Jadi, bisa dibilang pengakuan terbuka. Pengakuan yang publik luas dalam tempo singkat segera mengetahuinya. Itu artinya, Pak Djalal memenuhi azas “keterbukaan” yang disyaratkan dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Itu juga berarti Pak Djalal memahami betapa pentingnya keterbukaan  informasi publik.

Keterbukaan informasi publik penting bukan cuma untuk keperluan diseminasi atau penyebarluasan informasi kebijakan publik. Lebih dari itu, keterbukaan informasi publik kalau berjalan maksimal, akan efektif bagi ikhtiar mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Good governance, kata orang pintar.

Tata kelola pemerintahan yang baik dicirikan dan menghendaki transparansi alias keterbukaan. Dan, hanya dengan keterbukaan penyelenggaraan pemerintahan bisa dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Akuntable, istilah meterengnya.

Obyek Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah Badan Publik yang seluruh atau sebagian biayanya bersumber dari keuangan negara. Itu sebabnya diperlukan keterbukaan. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik juga dimaksudkan memberi ruang dan peluang partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan. Setidaknya, melalui keterbukaan informasi publik, penyelenggara negara bisa memperoleh umpan balik yang bermanfaat bagi penyempurnaan kebijakan publik.

Begitulah, maka kalau Pak Djalal berniat memperbaiki sistem layanan informasi publik, yang sangat diperlukan adalah menyamakan persepsi di jajarannya. Sebab, kadang ada pejabat yang enggan membuka kepada publik kebijakan yang harus mereka eksekusi. Beberapa malah menjadikan kerahasiaan negara sebagai alasan.

Kalau tidak keliru, keterbukaan sudah dimulai dengan memuat di media profil APBD. Meski tidak rinci, itikad seperti itu patut dihargai. Kiranya publik luas akan jauh lebih menghargai lagi kalau semua lini, semua satuan kerja, membuka diri. Memberikan ruang dan peluang seluas-luasnya bagi publik yang ingin mengetahui kebijakan dan program yang sudah, sedang dan akan dijalankan. Rakyat dengan begitu bisa berpartisipasi, pat gilipat dan henky panky bisa dihindari, informasi kebijakan publik yang menyangkut kepentingan orang banyak bisa diketahui lalu mendorong masyarakat ikut berpartisipasi. Khawatirnya, kalau penguasa abai terhadap keterbukaan informasi publik, akan muncul kesan, para pejabat memang tidak ingin kebijakan dan program yang mereka eksekusi diketahui publik. Sebab. Semakin samar-samar, apalagi gelap, semakin gampang pula  para pengelola negara dan penyelenggara pemerintahan bermain-main.

(Aga)

 

 

 

 

 

Comments are closed.