Audiotorial “Bayi dan BPJS”

newsBayi baru lahir dari keluarga miskin tidak otomatis mendapat layanan BPJS. Akibatnya, rumah sakit sulit menentukan jenis layanan. Sementara untuk mendapat layanan BPJS, bayi bersangkutan harus didaftar lebih dahulu sebagai peserta. Padahal urusan mendaftar bukan urusan yang tentu kelar sehari dua hari.

Itulah secuil pengalaman yang diungkap direktur Rumah Sakit Kalisat, dokter Kunin kepada wakil rakyat di Komisi D DPRD Jember. Rumah sakit seperti dihadapkan pada pilihan sulit. Tidak ditangani urusannya menyangkut urusan kemanusiaan. Kalau tidak ditangani klaim biayanya tidak jelas juntrungnya, diklaim ke BPJS atau ke Pemkab.  Lebih sulit lagi karena program kartu sakti presiden Joko Widodo belum sampai ke Jember.

Untunglah muncul gagasan lumayan kreatif dari wakil rakyat di DPRD Jember. Bu Lilik Ni’amah dari komisi D menggagas, mengusulkan bahkan minta pihak rumah sakit berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Tujuannya, agar bayi baru lahir  itu bisa dicatat lalu dibiayai Jamkesda. Apalagi, urusan Jamkesda  bisa dibilang lebih sederhana, cukup dengan membawa Surat Pernyataan Miskin (SPM).

Begitulah, yang katanya sekarang orang miskin boleh sakit ternyata pelaksanaannya tidak segampang yang dibayangkan orang. Ada urusan birokrasi yang harus dilalui. Kalau birokrasinya responsif, gampangan, urusan bisa lebih cepat. Tetapi kalau sikap dan perilaku birokrasinya minta dilayani ketimbang melayani, mata  rantai dan meja yang dilewati masih  panjang, kebijakan dan program sebaik apapun tidak bakal berjalan mulus.

Kebijakan dan program sebagus apapun juga tidak bakal terlaksana dengan baik kalau sosialisasinya tidak merata dan mendalam, piranti atau infrastruktur pendukung kebijakan itu tidak disiapkan,  dan birokrasinya tidak responsif. Bahkan ketika kartu sakti ada  di tangan pun,  rakyat miskin pemegangnya belum tentu paham cara menggunakannya. Pihak terkait juga bisa jadi bakal dihadapkan pada kesulitan tentang bagaimana dan kepada siapa biaya yang dikeluarkan sebuah badan layanan publik itu  harus diklaimkan.

Apa yang terjadi dan dialami Rumah Sakit Kalisat bisa jadi sebuah potret kecil dari kondisi obyektif yang lebih besar. Buktinya, ada kabar di beberapa daerah ada rumah sakit yang menolak pasien peserta BPJS maupun pemegang kartu sakti.

Maka, harus diakui, ketimbang mencatat dan menjumlahkan kekurangan kebijakan dan program jaring pengaman sosial, lebih baik menentukan sikap, menempuh jalan pintas yang orang pintar menyebutnya diskresi. Pemkab misalnya, bisa merespon kasus yang dialami bayi baru lahir dari keluarga miskin di Rumah Sakit Kalisat dengan program Jamkesda. Lalu disusuli dengan pembaharuan atau update data penduduk yang patut mendapat layanan Jamkesda, BPJS, atau mungkin penduduk yang patut menerima kartu sakti, kalau kartu itu kelak tiba ke Jember.

Sebab, kebanyakan persoalan rakyat miskin memang persoalan yang tidak bisa ditunda-tunda jawabannya. Kebanyakan persoalan mereka adalah persoalan yang jawabannya harus hari ini.

(Aga)

Comments are closed.