Audiotorial “RAPBD dan Skala Prioritas”

newsDalam beberapa hari terakhir DPRD Jember sedang membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Pembahasan sudah sampai di tingkat komisi. Kabarnya ada beberapa sektor yang anggarannya berkurang. Beberapa yang lain malah naik. Sektor pembangunan infrastruktur jalan misalnya, tahun lalu dianggarkan Rp 115 miliar, sekarang  menjadi Rp 99 miliar. Anggaran sebesar itu diragukan bisa menuntaskan jalan rusak yang panjangnya mencapai 700 kilometer, atau sepertiga dari panjang total jalan di Kabupaten Jember.

Sementara untuk sektor pendidikan, anggaran yang diajukan mencapai Rp 1,27 triliun dengan rincian Rp 1,15 triliun untuk gaji pegawai dan Rp 115 miliar untuk belanja langsung.

Kabarnya wakil rakyat di dewan sana lumayan kritis. Beberapa usulan eksekutif bahkan disorot dan diminta untuk ditinjau kembali. Anggaran Dinas pendidikan umpamanya, Ketua Komisi D DPRD Jember, Pak Havidzi, menyoroti anggaran studi  edukasi ke luar negeri sebesar Rp 2,5 miliar. Dalam pandangan Pak Havidzi, ada yang lebih layak diprioritaskan oleh Dinas Pendidikan, yakni pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Pak Havidzi juga menunjuk masih banyaknya bangunan sekolah yang rusak dan harus segera direhabilitasi.

Syukurlah kalau begitu. Anggota dewan berusaha menjalankan secara maksimal fungsi budgenting atau anggaran yang melekat pada dirinya. Jadi, tidak asal gedog. Syukur kalau sikap kritis itu bertahan dari kemungkinan masuk angin.

APBD adalah uang negara, uang rakyat. Karena itu, setiap sen penggunaanya harus bisa dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Bahasa menterengnya, perumusan, penyusunan dan penggunaan APBD harus responsibel dan akuntabel. Perumusan dan penyusunannnya memenuhi skala priroitas dengan mempertimbangan ketepatan sasaran. Bisa jadi dewan setelah ini merekomendasikan tambahan anggaran bagi pembangunan infrastruktur jalan karena relevansinya dengan mobilitas dan perputaran roda ekonomi.

Tetapi bisa jadi pula, dewan menghendaki taruh misalnya Dinas Pendidikan meninjau kembali skala prioritas lalu merekomendasikan program studi edukasi ke luar negeri di tinjau kembali. Bisa jadi, dewan mempertimbangkan bukan cuma output dan outcome atau keluaran dan dampak program tersebut. Lalu, bersamaan dengan dewan misalnya lebih melihat pemberdayaan dan pengayaan guru dalam membuat karya tulis ilmiah sebagai program yang lebih layak dan masuk akal. Apalagi, baru-baru ini kemampuan guru menyusun karya ilmiah diragukan sehingga isu pungli yang sempat menghangat dikait-kaitkan dengan perilaku guru yang katanya menyerahkan kepada pihak tertentu untuk membuatkan karya tulis ilmiah untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat.

Pendek kata, sudah semestinya wakil rakyat menjalankan fungsi anggaran secara maksimal. Tidak asal gedog dan tidak masuk angin setelah dilobi. Sebab, APBD adalah uang negara, uang rakyat, yang oleh karena itu setiap sen penggunaannya harus bisa dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Sasarannya juga harus tepat, memenuhi skala prioritas. Dan yang paling penting APBD itu berpihak kepada rakyat, dirasakan dan menyentuh langsung hajat hidup orang banyak, serta tidak bocor.

(Aga)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.