Survei Bakal Calon Bupati (Bacabup) yang dirilis beberapa waktu lalu ditanggapi beragam. Ada yang mempertanyakan metodenya, ada yang menganggap hasil survei itu tidak representative, dan ada pula yang melihat hasil survei itu tidak bisa dijadikan rujukan.
Namanya juga survei, metode yang digunakan tentu beragam. Apapun metodenya, pelaku atau peneliti pasti memilih metode dengan tingkat kekeliruan terkecil. Selain itu, dalam tradisi ilmiah, hasil survei bukan barang sekali jadi. Ada ruang yang sangat terbuka untuk dikritisi bahkan diperbaiki dan disempurnakan.
Ada ungkapan, akademisi boleh salah tetapi tidak boleh bohong. Kalau boleh menarik ungkapan ini sebagai penjelasan bagi dunia penelitian, kira-kira maksudnya adalah bisa saja kesimpulan akhir penelitian itu keliru gara-gara taruh misalnya persoalan yang bersifat metodologis. Tetapi, sepanjang penelitinya jujur dalam menjelaskan metode pilihannya, lalu menyatakan bahwa hasil penelitiannya sangat terbuka untuk dikritisi bahkan diperbaiki, maka tidak ada yang perlu terlampau dirisaukan.
Yang merisaukan adalah andai penelitian survei itu dari awal disertai niat dan itikad taruh kata menggiring opini publik. Penelitian semacam itu bukan cuma tidak mendidik dan mencerahkan masyarakat. Lebih dari itu, penelitian yang disertai maksud tertentu, bisa membelokkan aspirasi yang sebenarnya.
Begitulah, dunia penelitian adalah dunia yang dinamis. Kebenaran yang diperoleh dari sana dibangun secara bertahap, terus menerus hingga setidaknya mendekati kebenaran. Begitu pula dengan penelitian atau survei Bacabup, bisa jadi akan bermunculan survei-survei yang lain. Metode yang digunakan juga bisa jadi bermacam-macam. Tetapi pedomannya tidak bakal jauh dari keinginan untuk sampai pada hasil yang akurat, mendekati kebenaran. Margin error atau tingkat kesalahannya diupayakan sekecil mungkin.
Harus diakui, metode sangat menentukan hasil survei. Tetapi yang lebih menentukan lagi adalah semangat, niat, dan itikad yang menyertai, mengiringi, dan mengawal kegiatan survei itu. Kalau semangat, niat, dan itikad yang mengiringinya jauh dari keinginan menggiring opini publik, maka tidak ada yang perlu terlalu dirisaukan.
(Aga)