Audiotorial “Program Konsolidasi Tanah Puger”

newsRatusan warga Puger dikabarkan mendatangi DPRD Jember. Mereka menanyakan kelanjutan program Land Consolidation yang belum kunjung jelas juntrungnya. Sejauh ini warga nelayan penerima pemberian tanah belum pegang sertifikat. Warga bahkan mengaku belum mengentahui lokasi tanah yang diperuntukkan bagi mereka.

Kalau tidak keliru program konsolidasi tanah adalah program BPN Pusat. Dalam program ini warga nelayan Puger menerima dengan gratis sepetak tanah yang ukurannnya lebih kurang 100 meter persegi. Kalau tidak keliru, program ini sudah dimulai sejak tahun 2008. Jadi, sudah 7 tahunan yang lalu.

Entah apa sebabnya program yang bisa disebut program kerakyatan ini belum jelas juntrungnya. Warga mengaku belum memegang sertifikat. Lebih dari itu, warga malah diminta membuka tabungan di koperasi yang katanya hasil tabungan itu kelak digunakan untuk membangun rumah.

Masih kalau tidak keliru, program konsolidasi tanah di Puger disertai cukup banyak persyaratan. Beberapa diantaranya adalah, warga nelayan penerima bantuan adalah nelayan atau buruh nelayan miskin yang sudah berumah tangga tapi belum punya tempat tinggal. Penerima bantuan juga harus nelayan atau buruh nelayan yang sudah berumah tangga tetapi tinggal bersama beberapa kepala keluarga dalam satu rumah. Penerima bantuan program konsolidasi tanah bukan juragan atau pemilik perahu, atau pemilik sampan yang punya anak buah perahu. Dan yang tak kalah pentingnya, tanah pemberian itu tidak boleh diperjualbelikan, kecuali diwariskan kepada ahli waris.

Jadi menilik usianya, program itu sudah berusia 7 tahunan. Penyelesaiannya memerlukan upaya tersendiri dengan misalnya lebih dahulu menelisik asal-asul program tersebut, lalu diikuti dengan identifikasi penerimanya. Kalau wakil rakyat berkomitmen memfasilitasinya, maka lembaga ini mesti meretas komunikasi dengan instansi terkait mulai dari desa, kecamatan, Pemkab hingga Badan Pertanahan.

Bukan apa-apa, persoalan yang terkatung-katung cukup lama jika tidak diawali dengan menelisik asal-muasal persoalan itu, besar kemungkinan penyelesaiannya tidak sesuai dengan maksud dan tujuan semula. Semangatnya juga bisa jadi memudar. Dari yang tadinya program kerakyatan menjadi program yang karena bisa mendatangkan keuntungan lantas dipelintir. Jangan-jangan sertifikat sudah diserahkan, tetapi salah sasaran. Maksudnya, bukan diserahkan kepada pihak yang disyaratkan dalam program itu, bukan nelayan atau buruh nelayan miskin yang belum memiliki rumah tinggal sendiri.

Begitulah, kalau tidak keliru ada 700-an warga nelayan Puger Kulon dan Puger Wetan yang tercatat sebagai penerima tanah dalam program konsolidasi tanah. Kalau rata-rata terdiri dari 4 anggota keluarga, maka terdapat tidak kurang dari 2.800 jiwa yang nasibnya terkatung-katung hingga sekarang. Mereka kadung menabung ke koperasi, dan selama menunggu kepastian, mereka bisa diduga juga keluar biaya untuk kontrak rumah. Setidaknya mereka harus rela berdesakan tinggal bersama keluarga yang lain dalam satu rumah. Kalau benar begitu, maka mereka adalah warga yang urusan perutnya belum beres ditambah dengan urusan yang lain yang menambah beban hidup mereka. Dan akan semakin lengkap ketika nelayan dan buruh nelayan penerima bantuan program konsolidasi tanah itu dihadapkan pada musim paceklik ikan.

(Aga)

 

 

 

 

 

Comments are closed.