Audiotorial “Bantuan Hukum untuk Warga Miskin”

newsWakil rakyat di DPRD Jember kabarnya berniat merumuskan Perda inisiatif tentang bantuan hukum untuk warga miskin. Pasti akan banyak yang menyambut gembira niat dan itikad itu. Bukan melulu karena perdanya Perda inisiatif, tetapi substansinya juga memperlihatkan keberpihakan wakil rakyat terhadap rakyat yang diwakilinya.

Wakil Ketua DPRD Jember, Pak Ayub Junaidi, berpendapat, warga miskin yang berperkara selalu dihadapkan pada hambatan biaya. Maksudnya, tentu saja biaya pendampingan hukum. Warga miskin, kata Pak Ayub lagi, seringkali berperkara tanpa pengacara. Negara memang menyediakan pengacara probono alias gratis, tetapi kalau ada perda bantuan hukum bagi warga miskin, ikhtiar mereka untuk memperoleh keadilan makin kuat. Apalagi, Pemerintah Provinisi dikabarkan sudah menyusun Raperda sejenis. Jika Perda tersebut berhasil diperdakan, maka beban warga miskin yang berpekara makin ringan.

Begitulah, warga miskin bukan hanya dihadapkan pada ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman terhadap hukum. Maklum, urusan mereka masih berkutat di sekitar perut. Alih-alih membayar pengacara ketika berperkara, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja mereka harus banting tulang peras keringat. Terutama mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.

Maka harus diakui, adalah kabar yang menggembirakan jika wakil rakyat di dewan sana peduli terhadap nasib warga miskin. Perhatian terhadap mereka makin komplit setelah pemerintah juga mengalokasikan anggaran, taruh misalnya untuk keperluan pendidikan dan layanan kesehatan.

Soal berapa besarnya adalah soal teknis, yang penting adalah bahwa wakil rakyat sudah memperlihatkan niat dan itikad baiknya. Niat dan itikad baik yang diarahkan pada warga miskin. Sedemikian rupa sehingga mereka bukan dipandang semata-mata sebagai obyek kepada siapa para caleg mengumbar janji. Itu pun lima tahun sekali. Niat dan itikad wakil rakyat di DPRD Jember mengusulkan dan mengusung Raperda insiatif sekaligus merupakan sinyal tentang meningkatnya derajat keterwakilan antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Pada saat yang sama, niat dan itikad itu juga bisa dilihat sebagai pertanda terwujudnya janji politik wakil rakyat ketika dulu mereka berkampanye. Dan ke depan, rakyat tidak lagi memandang anggota legislatif sebagai politisi yang hanya gemar obral janji tetapi diingkari ketika maksud dan tujuannya sudah tercapai. Rakyat juga bakal tidak lagi memandang politisi saking gemarnya obral janji sampai-sampai ketika kampanye menjanjikan kepada rakyat akan membangun jembatan meski di sana tidak ada sungai.

(Aga)

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.