Audiotorial “Penertiban Peraga Kampanye”

LOGO newsPanwaslih Kabupaten Jember bersama Dinas Perhubungan menertibkan alat peraga kampanye yang ditempel di angkutan kota. Dasar penertiban adalah Peraturan KPU yang menyebutkan produksi, pemasangan, dan di mana saja alat peraga kampanye dipasang adalah wewenang KPU. Maksudnya, KPU yang memutuskan berapa banyak dan di mana saja alat peraga kampanye boleh dipasang.

Penertiban alat peraga kampanye yang ditempel di angkutan kota bisa dibilang kasep. Sebab, sesuai Peraturan KPU, sejak memasuki  kampanye, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kampanye pengaturannya menjadi wewenang KPU.  Dengan begitu, penertiban sejatinya sudah harus dilakukan sejak 24 Agustus lalu.

Kira-kira saja ada yang bilang, tidak masalah kasep ketimbang tidak ada penertiban sama sekali. Dalam beberapa hal barangkali ungkapan seperti itu bisa diterima, tetapi dalam beberapa hal yang lain, terutama menyangkut persoalan krusial, pernyataan lebih baik terlambat ketimbang tidak sama sekali, akan mengundang resiko. Dia berpotensi menjadi preseden atau awalan sekaligus pembenaran bagi ketidaktertiban dan ketidakpatuhan terhadap aturan yang lain. Maksudnya, sekali ada toleransi, maka bisa saja pasangan calon menabrak aturan yang lain.

Memang benar, pemilu adalah prosedur dan mekanisme pergantian pemimpin. Tetapi memahami pemilu sekadar sebagai prosedur atau mekanisme pergantian pemimpin akan melahirkan perilaku mencari dan menggali celah-celah aturan untuk dimanipulasi. Pemilu harus dipahami secara substansial, karena pemahaman secara substansial akan diikuti oleh perilaku menjunjung tinggi aturan main.

Begitulah, sekali lagi, pemilu bukan sekadar prosedur. Dan idealnya yang memulai penegakan aturan adalah para penyelenggara yang oleh undang-undang diberi otoritas mengatur penyelenggaraan pemilu. Penyelenggara menanggung beban moral agar setiap langkah yang ditempuh tidak menjadi preseden yang kemudian dijadikan alat pembenar bagi praktik menabrak aturan.

Ibarat mesin, kalau pemilunya baik, maksudnya baik di semua lini dan tahapan, maka hasilnya adalah pemimpin yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi pemilu itu ibarat mesin produksi yang keluaran atau outputnya bergantung pada material yang dimaksukkan ke dalam mesin itu. Orang pintar bilang, garbage in, garbage out. Kalau yang masuk sampah yang keluar juga sampah. (Aga)

 

Comments are closed.