KPU Kabupaten Jember sudah mengumumkan hasil rekapitulasi manual pemilukada tingkat kabupaten. Memang benar, proses penghitungan kemarin (17/12/2015) sempat diwarnai interupsi. Tetapi sekali lagi, interupsi itu lebih merupakan pernik-pernik yang justru menggambarkan kedewasaan politik masyarakat Jember. Sebab, sikap belum bisa menerima proses pilkada diaktualisasikan dengan sikap menempuh prosedur hukum, hukum ketatanegaraan maupun pidana.
Dalam penghitungan perolehan suara, Pasangan Calon nomor urut 1, H. Sugiarto – dokter Dwikoryanto SP.BS memperoleh 425.085 suara dan Pasangan Calon nomor urut 2 dokter Faidah-Kyai Abdul Muqit Arief meraih 525.519 suara. Dibanding dengan jumlah pemilih dalam DPT yang mencapai 1.892.425 orang, maka golput di Kabupaten Jember mencapai sekitar 50 persenan. Tetapi, jika suara tidak sah dipertimbangkan, maka jumlah golput bisa berkurang. Hanya saja bisa diduga angkanya tidak akan jauh bergeser dari 40 persenan.
Beberapa pihak mengkritisinya jumlah golput yang cenderung naik dibanding pilpres, menandakan kurang maksimalnya sosialisasi oleh penyelenggara pemilu. Pertanyaannya adalah apakah tingginya angka pemilih yang menggunakan hak suaranya menandakan tingginya partisipasi politik warga?
Dalam literatur politik, partisipasi didefinisikan sebagai perilaku mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Definisi ini merujuk pada pengertian perilaku sukarela, bukan mobilisasi. Maka, kalau definisi ini yang dirujuk, rendahnya jumlah pencoblos belum tentu menggambarkan secara nyata rendahnya partisipasi politik warga. Sebab, bisa jadi perilaku golput lebih merupakan protes terhadap situasi.
Dengan begitu, golput bukan satu-satunya alat ukur partisipasi politik. Partisipasi bisa diukur dari beberapa hal yang lain termasuk dukungan warga terhadap seluruh proses pemilukada. Dukungan berupa ikhtiar membangun atmosfir damai, mengawal pelaksanaan seluruh proses pemilukada dan tindakan lain yang mengacu pada pilihan-pilihan prosedural terhadap persoalan yang muncul dalam pemilukada.
Partisipasi masyarakat dalam mengawal pemilu bisa dilihat pada peran serta taruh misalnya pelaporan hasil pemungutan suara di TPS-TPS ketika Prosalina membuka ruang berupa quick report atau lapor cepat. Lapor cepat memang bukan hitung cepat atau quick count, tetapi dilihat dari hasil penghitungan suara manual yang dilakukan KPU, lapor cepat, yang 100 persen berdasarkan laporan warga, ternyata tidak jauh berbeda. Pada penghitungan perolehan suara kemarin Pasangan Calon nomor urut satu maeraih 46,24 persen suara dan Pasangan Calon nomor urut 2 meraih 53,76 persen suara. Sementara hasil lapor cepat Pasangan Calon nomor urut 1 meraih 46,4 persen suara dan Pasangan Calon nomor urut 2 meraih 53,6 persen suara.
Apa yang hendak disampaikan di sini adalah, partisipasi masyarakat dari sisi mengawal pemilukada terasa sangat kuat. Warga merasa bertanggung jawab secara moral dan politik menekan kemungkinan munculnya manipulasi suara lewat media. Dan akhirnya, dalam pemilukada 9 Desember lalu, warga Jember sudah memperlihatkan kedaulatan mereka, kedaulatan yang tidak bisa ditukar dengan apapun. (Aga)