Audiotorial “Petani dan Mobil Stasiun Cuaca”

e6lskc-polije

Politeknik Negeri Jember

Politeknik Negeri Jember berhasil mengembangkan mobil stasiun cuaca. Teknologi ini katanya selain bisa mengukur intensitas cahaya matahari dan curah hujan juga bisa digunakan untuk mengetahun kadar keasaman tanah. Teknologi ini dirancang untuk membantu optimalisasi produk pertanian.

Tentu saja ini merupakan kabar gembira. Indonesia memang negeri agraris. Karena itu, idealnya bisa memenuhi sendiri kebutuhan produk pertanian. Apalagi teknologinya tersedia. Lebih dari itu, teknologinya bisa dikembangkan sendiri oleh anak negeri. Jadi, seharusnya negeri ini sudah sejak lama berswasembada di sektor pertanian dan produk turunannya.

Siapapun akan menganggap lucu, kalau di negeri ini yang populer justru jambu Bangkok danĀ  pepaya Thailand. Siapapun akan menganggap lucu kalau negeri yang katanya agraris ternyata bawang pun harus impor, beras impor, kedelai impor, bahkan singkong pun impor. Padahal, negeri ini digambarkan sebagai tanah surga yang tongkat, kayu dan batu bisa jadi tanaman. Aneh dan ironis juga negeri yang luas lautannya mencapai 2/3 luas wilayah negara harus impor garam.

Apa yang hendak disampaikan audiotorial ini adalah perlunya apresiasi terhadap temuan dan pengembangan teknologi pertanian. Kalau bukan kita sendiri yang mengapresiasi dan memanfaatkannya, sangat bisa jadi negara lain yang menggunakannya. Tidak sedikit cerita tentang temuan dan pengembangan teknologi anak bangsa yang dipatenkan oleh negara lain. Bukan cuma temuan teknologi yang diklaim dan dipatenkan produk yang kedengaran sepele seperti tempe juga nyaris diklaim sebagai produk asli negeri jiran.

Politeknik Negeri Jember sudah susah payah mengembangkan teknologi mobil stasiun cuaca. Perguruan tinggi lain bisa diduga juga melakukan hal yang sama, mengembangkan teknologi yang memberikan manfaat besar bagi pertanian. Kalau pemerintah tidak mengapresiasi dan memfasilitasinya, khawatirnya motivasi para insinyur kita merosot, lalu mereka memilih bekerja di negeri orang. Lebih mengkhawatirkan lagi, negeri ini bisa jadi harus membeli tekonologi dari luar hasil temuan anak negeri. Lalu ceritanya tidak berujung, negeri ini masih harus impor beras, impor kedelai, impor bawang bahkan impor garam. (Aga)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.