Audiotorial “LKMM”

ILUSTRASI - UANG

Ilustrasi

Dari seribu lebih dusun di Jember, baru separoh yang memiliki Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat (LKMM). Menurut Kepala Dinas Koperasi Jember, Pak Mirfano, jumlah sebanyak itu masih jauh dari harapan. Sekarang ini masih banyak pelaku usaha di pedesaan yang terjerat rentenir. Akibatnya, usaha yang dijalankan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan perut dan bayar utang.

Kira-kira yang dimaksud Pak Mirfano adalah bahwa sebagian besar masyarakat desa masih berada pada posisi ekonomi subsisten. Ekonomi subsisten adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat tepat berada di garis kemiskinan. Ibarat orang tenggelam, mereka terendam air sebatas leher yang riak kecil saja sudah cukup untuk menenggelamkan seluruh badan. Ekonomi subsisten adalah keadaan yang menggambarkan bahwa seseorang hanya bisa memenuhi kebutuhan hari ini. Bekerja hari ini habis hari ini pula.

Karena itu, diperlukan lebih banyak Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat (LKMM)  yang terbukti cukup efektif mengentas mereka dari kondisi pas-pasan. Kalau tidak keliru LKMM mengadopsi pola Grameen Bank di Pakistan yang dikembangkan Doktor Muhammad Yunus. Grameen Bank ini didirikan lantaran bank konvensional tidak memberikan akses bagi warga miskin yang ingin mengembangkan usahanya. Singkat cerita Doktor Muhammad Yunus menerima penghargaan dunia atas jasanya mendirikan bank untuk si miskin. mereka bisa pinjam tanpa agunan dan terbukti tingkat kepatuhan dan kedisiplinan mereka melebihi nasabah bank konvensional.

Begitulah, ceritanya memang soal kesempatan. Selama  lembaga keuangan konvensional tidak membuka akses pada warga miskin, jangan harap di sana ada pergerakan veritikal. Perbaikan nasib dan keadaan maksudnya. LKMM yang dikembangkan Dinas Koperasi, meski masih harus dievaluasi terus menerus, telah membuktikan bahwa warga miskin dengan pola pendampingan bisa mengelola uang. Perputaran uang melalui LKMM dikabarkan lumayan menggembirakan sehingga nilai pinjaman anggotanya meningkat lumayan signifikan.

Pertanyaannya adalah sejauh mana penentu kebijakan merasa bahwa pemberdayaan masyarakat melalui program semacam LKMM harus mendapat perhatian serius, lalu menambah alokasi anggaran untuk mereka. Bisa saja LKMM hanya salah satu dari sekian banyak pilihan strategi pemberdayaan, tetapi melihat perputaran uang dan perkembangan usaha anggotanya, LKMM patut dikatrol lebih tinggi lagi. Itu kalau penentu kebijakan memang ingin agar warga yang berada pada garis subsisten, kerja hari ini untuk makan hari ini, tidak lagi tenggelam sebatas leher. (Aga)

 

 

 

Comments are closed.