Entah di mana program satu dosen satu desa ditempel pada 22 janji politik Bupati. Sebab, rasanya program itu lumayan lentur. Program itu bisa ditempel pada janji politik penguatan kelembagaan desa. Bisa juga ditempel di janji politik yang berkenaan dengan pengembangan di sektor pertanian serta perkebunan.
Andai ditempel di sektor pertanian-perkebunan, taruh misalnya komoditi tembakau, program itu oleh maestro tembakau, Pak Kahar Muzakir, diminta untuk dikaji lebih dahulu. Sebab, menurut Pak Kahar, kebutuhan nyata petani tembakau bukan dosen, melainkan regulasi tata niaga dan akses terhadap lembaga keuangan. Tujuan utama regulasi itu, kata Pak Kahar, adalah agar seluruh hasil panen terserap pasar.
Apa yang disampaikan Pak Kahar sejatinya adalah tentang model pembangunan dan metoda penyelesaian masalah. Pada model pembangunan teknokratis, seluruh program adalah hasil rancangan para teknokrat. Para teknokrat mengidentifikasi dan menafsiri kebutuhan masyarakat. Mereka pula, maksudnya para teknokrat, yang merumuskan formula penyelesaian masalah.
Maka, jika program satu dosen satu desa tetap harus dijalankan, yang paling penting adalah memperjelas lebih dahulu apa yang hendak dan harus dilakukan dosen bersangkutan. Lalu, dosen dengan disiplin ilmu apa saja yang diturunkan ke desa. Pertanyaan itu sangat penting karena tidak mungkin para dosen itu turun ke desa tanpa mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan siapa sasaran mereka.
Di Banyuwangi, Pemkab setempat sedang getol melaksanakan program yang disebut dengan “Banyuwangi Mengajar”. Program kabupaten tetangga ini sasarannya jelas. insentifnya juga jelas. Para lulusan Perguruan Tinggi diajak berperan serta dalam kegiatan belajar mengajar anak usia sekolah di wilayah terpencil dengan fasilitas serba terbatas. Insentifnya Rp 2 juta. Program ini gambarannya juga jelas, yakni untuk menjawab kekurangan tenaga pendidik alias guru.
Begitulah, setiap program idealnya memang harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga program tersebut benar-benar menjawab kebutuhan. Proses perumusannya, idealnya juga melibatkan masyarakat. Dimulai dari identifikasi terhadap kebutuhan nyata masyarakat dan diikuti kemudian perumusan penyelesaian masalah yang juga dengan melibatkan masyarakat. Sebab, nyatanya, menurut Pak Kahar Muzakir yang yang kenyang malang melintang di dunia pertembakauan, kebutuhan nyata petani mungkin bukan tentang bagaimana menanam tembakau yang baik, melainkan bagaiman regulasi tata niaga tembakau memberikan kepastian. Kepastian tentang kebutuhan pasar, harga, dan barangkali juga tentang kemitraan.
Akhirnya, pesan pentingnya adalah, setiap program mesti dikaji dengan seksama dan mendalam. Tujuanya, agar program itu tidak sia-sia, tidak mubazir dan yang lebih penting lagi bukan sekadar formalitas bagi pemenuhan janji politik. (Aga)