Secara administratif mereka disebut K2. Dan orang awam lebih paham ketika mereka disebut sebagai tenaga honorer. Mereka ada yang mengabdi hingga 20 tahun. Tapi statusnya belum kunjung berubah menjadi PNS.
Itu kira-kira mengapa Rabu pagi puluhan pegawai K2 mendatangai Kantor Pemkab, menanyakan nasib mereka. Memprihatinkan, mereka ternyata ada yang harus merogoh kocek hingga 10 juta rupiah untuk mengurusi perubahan status dari pegawai K2 menjadi PNS. Itupun, kira-kira agar lebih mulus, mereka juga diminta membayar lagi 16 juta rupiah ke oknum UPTD Pendidikan.
Pegawai K2 yang ingin berubah status menjadi PNS katanya harus menunggu hasil verifikasi berkas. Jika berkasnya tidak memenuhi syarat tidak bakal diangkat sebagai PNS. Alhasil, Wakil Bupati Muqit Arief hanya berpesan agar tenaga honorer K2 meneliti kembali berkas yang diverifikasi.
Begitulah nasib tenaga honorer K2. Ada yang puluhan tahun mengabdi dengan hanya menerima honor yang jangan-jangan hanya habis untuk biaya transport. Kalau bukan karena spirit pengabdian, tak ada yang sekuat mereka. Sudah begitu, mereka ternyata dijadikan obyek empuk oleh orang-orang yang sepertinya tak memiliki empati. Tidak menyisihkan barang 1 menit merenung andai mereka berada pada posisi sebagai tenaga honorer K-2. Bayangkan juga kalau tenaga honorer K2 itu harus menghidupi keluarganya. Tidak usah banyak-banyak, jika mereka harus menghidupi 2 anak saja bisa dibayangkan separti apa kejumudan mereka.
Kabupaten Jember kalau tidak keliru termasuk kabupaten yang anggaran pegawainya melebih 50 persen. Entah karena jumlah pegawainya yang banyak, atau karena inefisiensi. Jika meyangkut efisiensi, maka anggaran pegawai sejatinya bisa direalokasi dan diredistribusi untuk pegawai K2. Mungkin tidak banyak, tetapi sedikit saja tambahan insentif sepertinya bisa sedikit menolong ketertenggelaman mereka yang sudah sebatas leher.
Pendek kata, pegawai K2 butuh perhatian. Kalau tidak bisa berubah status, perbaikan insentif barangkali akan sedikit menolong. Bukan sebaliknya, sudah tidak diperhatikan malah dijadikan obyek pungli. (Aga)