Jember Hari Ini – Sekretaris Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Jember, Abdil Furqon, menilai kuisioner Sensus Ekonomi untuk mengetahui penghasilan para advokat tidak relevan. Sebab, standar ukuran kuisioner tidak tepat menggambarkan penghasilan para advokat.
Pernyataan itu disampaikan Abdil menanggapi pernyataan Kepala BPS bahwa kelompok pengacara dan notaries sulit memberikan data kepada Petugas Pencacah Lapangan (PCL) Sensus Ekonomi 2016. Abdil Furqon setuju jika profesi advokat patut dijadikan target pengambilan data Sensus Ekonomi sepajang kerahasiaan data yang diberikan terjamin. Namun harus dipahami, hingga saat ini belum ada aturan khusus tentang berapa besaran honor danĀ batasan kontrak yang boleh diambil seorang advokat. Bahkan, seorang advokat bisa saja membebaskan kliennya tanpa dipungut biaya. Anggapan tidak relevan yang disampaikan beberapa advokat karena terkesan tidak ada batasan dari BPS tentang rentang periode dan besaran penghasilan yang harus disebutkan dalam data. Tentu saja tidak adil jika penghasilan advokat senior disamakan dengan junior, begitupun pajak yang akan di bebankan.
Sebelumnya, sejumlah Petugas Pencacah Lapangan (PCL) Sensus Ekonomi 2016 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jember menemui kendala mendapatkan informasi dari kelompok profesi pengacara dan notaris. Menurut Kepala BPS Jember, Indria Purwaningsih, profesi notaris dan pengacara adalah salah satu kelompok responden yang sejauh ini cukup sulit memberikan data yang dibutuhkan BPS dalam pelaksanaan Sensus Ekonomi tahun 2016 ini. (Fit)