Jember Hari Ini – Guru agama harus mampu menempatkan diri dan memberikan materi, sesuai kemampuan siswanya. Itulah yang terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi D DPRD Jember bersama Dinas Pendidikan, SMK Negeri 5, Kemenag, MUI, dan PCNU Jember Rabu siang. Rapat itu digelar menindaklanjuti keresahan sejumlah wali murid SMK Negeri 5 Jember terkait pernyataan guru agama setempat bernama Amin Jafar, bahwa tahlil dan sholawatan adalah bid’ah dalam proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Amin membantah tuduhan itu, karena sesuai kurikulum 2013, siswa diharapkan aktif berdiskusi dan mencari buku-buku rujukan sebagai bahan pembelajaran. Saat muncul pertanyaan dari siswa terkait tahlil dan sholawatan, ia memberikan 3 buku sebagai rujukannya. Diantaranya, buku tentang batsul masa’il yang dilakukan Ponpes Sidogiri dan hasil muktamar NU. Dengan demikian, bukan dirinya yang menyampaikan secara langsung, tetapi disimpulkan sendiri oleh siswa.
Sementara Ketua PCNU Jember, Abdullah Syamsul Arifin, menyatakan tidak ada yang salah dalam referensi yang diberikan oleh guru agama tersebut. Meski demikian, ia menilai kurang tepat jika referensi semacam itu diberikan langsung kepada siswa yang kemampuannya belum bisa memahami buku itu secara utuh. Seharusnya menurut dosen IAIN Jember itu, guru dalam memberikan referensi bisa lebih berimbang saat memberikan data tambahan sesuai kemampuan siswanya. Jika tidak, maka kesimpulan siswa menjadi salah dan menimbulkan kegaduhan.
Sebelumnya, 10 orang wali murid SMK Negeri 5 Jember berkirim surat kepada DPRD Jember yang ditembuskan kepada Polres, Kemenag, PCNU dan Pengurus Daerah Muhammadiyah. Dalam surat tersebut guru agama SMK Negeri 5 Jember, Amin Jafar, diduga menyampaikan kepada siswa bahwa tahlil dan sholawat merupakan perbuatan syirik dan bid’ah. (Fath)