Audiotorial “Perampingan Dinas”

newsAkan ada perampingan SKPD di jajaran Pemkab Jember. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Marga akan dilebur dengan Dinas Pengairan, lantas menjadi Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air. Sedang Dinas PU Cipta Karya akan berganti nama menjadi Dinas Cipta Karya dan Pemukiman.

Tidak soal mau berapa banyak dinas yang akan dilebur, direorganisasi,  direstrukturisasi atau diganti namanya. Sebab, intinya adalah bahwa ikhitiar itu harus diarahkan pada peningkatan kinerja dan peningkatan layanan terhadap publik. Apalagi menurut Kabag Organisasi, Pak Rahman, sesuai PP Nomo2 18 tahun 2016, daerah dihimbau untuk mengembangkan budaya organisasi. Mungkin, ini kalau boleh mengira-ngira, yang dimaksud budaya organisasi adalah nilai dan tradisi baru. Tradisi tentang efisiensi, tentang efektivitas dan tradisi birokrasi sebagai pelayan publik. Nilai dan tradisi baru yang menggeser kebiasaan lama birokrasi yang minta dilayani, boros, tidak efisien dan mempersulit urusan. Nilai dan tradisi yang menggeser pameo “kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah” menjadi “ kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit”.

Maka, sekali lagi, inti masalahnya bukanlah berapa banyak dinas yang dilebur atau diganti nama. Masalahnya bahkan bukan dilebur atau tidak dilebur. Masalahnya adalah mengubah secara mendasar kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang jauh lebih produktif. Kebiasaan baru idealnya dimulai dari puncak kekuasaan. Dari Puncak kekuasaan lalu turun dalam wujud rekrut pejabat yang kompeten dan berintegritas. Dari puncak kekuasaan yang memperlihatkan tontonan bahwa jabatan bukan alat transaksi, bukan instrumen konsesi politik. Rekrut pejabat yang dasarnya jelas, rasional dan obyektif. Bukan atas dasar kedekatan, koncoisme atau kerabatisme. Rekrut pejabat yang diarahkan untuk membentuk postur birokrasi yang impersonal. Sedemikian rupa sehingga pergantian kekuasaan tidak berpengaruh terhadap kinerja dan layanan publik.

Nah sekarang tinggal menunggu, apakah budaya baru yang harus dimulai dari puncak kekuasaan itu bisa ditanamkan dan dilembagakan. Kalau tidak, ceritanya akan sama sama saja. Birokrasi minta dilayani, bukan melayani. Lalu untuk urusan publik mottonya tetap berbunyi: “Kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah”. (Aga)

 

 

 

 

 

 

 

Comments are closed.