Audiotorial “Honor Guru Ngaji”

newsBeberapa guru ngaji dikabarkan menolak mengajukan proposal permohonan tunjangan sebagai syarat cairnya honor guru ngaji. Alasannya, karena dengan mengajukan proposal posisi para guru ngaji seperti peminta-minta. Para guru ngaji juga menyatakan, mereka mengajarkan dan menanamkan kepada para santri untuk tidak minta-minta.

Tak urung, Kepala Bagian Kesra Pemkab Jember menyampaikan permohonan maaf kalau keharusan membuat proposal menyinggung perasaan para guru ngaji. Kabag Kesra menambahkan, keharusan itu sesuai dan untuk memenuhi Peraturan Mendagri yang mengharuskan setiap bantuan sosial disertai permohonan. Kalau benar sudah menjadi ketentuan, maka syarat itu harus dipenuhi, meski barangkali hanya untuk keperluan formalitas. Sangat bisa jadi, jika ketentuan itu diabaikan kelak di kemudian hari akan jadi masalah.

Tetapi kalau tidak keliru tunjangan kesejahteraan bagi guru ngaji sudah berlangsung beberapa tahun. Bantuan itu dialokasikan ke dalam APBD. Karena judul dan bunyinya jelas, maka Pemkab mendata dan mendaftar siapa saja guru ngaji penerima tunjangan kesejahteraan guru ngaji. Mereka, para guru ngaji itu, bisa dipastikan, tadinya juga tidak minta atau mengajukan permohonan. Kebijakan tersebut muncul karena pemkab ingin mengapresiasi peran serta guru ngaji sebagai salah satu agen pembangunan ahlak generasi muda.

Karena itu, suara hati para guru ngaji hendaknya juga dipahami. Apalagi sampai sebelum menerima tunjangan kesejahteraan, mereka mengajar mengaji penuh keikhlasan. Kebanyakan malah tidak memungut upah dari santrinya. Maksudnya, sampai sebelum tunjangan kesejahteraan itu dialokasikan di APBD, mengajar mengaji adalah kegiatan sehari-hari para guru ngaji.

Akhirnya, sepertinya butuh komunikasi lebih intensif. Komunikasi untuk membangun kesepahaman bersama. Di satu sisi, guru ngaji paham bahwa ada aturan yang harus dipenuhi, di sisi yang lain Pemkab juga paham terhadap suasana kebatinan para guru ngaji. Di dalam komunikasi itu, termasuk umpamanya komunikasi yang menyangkut dibutuhkannya verifikasi untuk memastikan seseorang itu guru ngaji atau bukan yang bertujuan agar bantuan tunjangan kesejahteraan sosial itu tepat sasaran.

Akhirnya,  yang tidak boleh dilupakan adalah, bahwa para guru ngaji itu adalah salah agen pembangunan moral yang jika tidak diapresiasipun  mereka akan tetap mengajar mengaji. Bagi mereka, yang benar-benar guru ngaji dalam keadaan apapun kegiatan belajar mengajar membaca Al Qur’an dan menanamkan ahlak yang karimah tidak boleh berhenti. (Aga)

 

 

Comments are closed.