Audiotorial “Tegak Lurus”

newsEntah benar entah tidak, tapi menurut Ketua DPRD Jember, pak Thoif Zamroni, Jember adalah Kabupaten yang paling belakangan merampungkan Perda Perubahan APBD. Karena itu, pak Thoif juga pesimis anggaran bisa diserap maksimal. Sebab, satuan kerja perangkat daerah praktis hanya punya waktu kurang dari sebulan, kira-kira dua pekan. Sulit untuk optimis dengan waktu sependek itu kinerja SKPD bisa optimal.

Di sebelah lainnya, Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jember menyoroti pelantikan pejabat eselon dua tidak sejalan dengan peraturan. Pelantikan pejabat eselon dua beberapa hari lalu ikut andil bagi molornya pembahasan Raperda Perubahan APBD. Pelantikan pejabat eselon dua berimplikasi pada perubahan personil yang terdapat dalam tim anggaran. Karena itu, Dewan khawatir perubahan itu berimplikasi terhadap keabsahan Perda Perubahan APBD. Pembahasan kemudian dilanjutkan setelah Dewan berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemprov Jawa Timur.

Apa yang hendak disampaikan audiotorial kali ini adalah tentang pentingnya menyamakan pemahaman terhadap pengertian “tegak lurus”. Katanya, draft Raperda Perubahan APBD terlambat lantaran eksekutif harus bersikap hati-hati. Dan kehati-hatian itu  merupakan implementasi komitmen “tegak lurus” dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dewan sepertinya juga begitu, bersikap hati-hati sehingga setiap perubahan, termasuk perubahan personil dalam tim anggaran, lembaga ini merasa perlu konsultasi dengan Pemprov Jatim. Dewan, dengan begitu juga ingin “tegak lurus”.

Soal pelantikan pejabat, setidaknya seperti yang disuarakan Fraksi Kebangkitan Bangsa, juga disikapi hati-hati, tegak lurus, dengan menarik persoalan  ke intruksi Mendagri dan Badan Kepegawaian Negara.

Begitulah, maka sangat penting untuk menyamakan pemahaman tentang “tegak lurus”. Sebab bisa jadi, pemahaman terhadap “tegak lurus” belum meenyeluruh. Pernyataan beberapa anggota DPR-RI pada rembug parlemen di DPRD Jember beberapa waktu lalu patut dipertimbangkan. Pemahaman terhadap pengertian tegak lurus juga harus dipahami sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang integral dari pusat hingga daerah. Bukan sebaliknya, daerah jalan sendiri sehingga kesannya mengarah pada praktek federatif. Daerah seolah sebagai negara federal.

Begitulah, bertemunya dua lembaga, eksekutif dan legislatif,  lalu merumuskan pengertian dan pemahaman bersama tentang “tegak lurus”, sangat penting. Harapannya adalah, dengan pemahaman yang sama dan menyeluruh tentang tegak lurus akan menghindari praduga bahwa setiap tinjuan kritis akan ditafsiri sebagai upaya menjegal kebijakan. (Aga)

Comments are closed.