Ada kabar Gubernur Jawa Timur melayangkan Surat Peringatan Kedua, SP-2, kepada Bupati Jember. Sebelumnya, yakni awal November Gubernur sudah melayangkan SP-1. Surat Peringatan itu dilayangkan karena proses pembahasan APBD 2017 terlambat.
Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim, pak Himawan Estu Bagio, menerangkan, surat peringatan itu mengingatkan Bupati Jember untuk patuh dan taat aturan, sekaligus wanti-wanti bahwa keterlambatan pembahasan APBD 2017 bisa berimplikasi sanksi. Sanksinya berupa pengurangan DAU. Yang tidak kalah pentingnya dibanding pengurangan DAU menurut pak Himawan adalah kepatuhan terhadap aturan. Keterlambatan pembahasan APBD 2017 mencerminkan ketidak patuhan terhadap aturan sekaligus mencitrakan seperti apa bupati mengurus pemerintahan.
Di bagian lain, Kepala Kantor Perwaklian Bank Indonesia Jember menyampaikan pertumbuhan ekonomi Jember yang mengalami kemersotan dari 6,2 persen menjadi sekitar 5 persenan. itupun lebih dipengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Bukan belanja pemerintah.
Begitulah, sebelumnya Jember sudah menerima sanksi pengurangan DAU karena serapan anggarannya rendah. Sekarang muncul persoalan baru yang berpotensi menimbulkan sanksi serupa.
Maka, rasanya memahami secara menyeluruh prinsip tegak lurus menjadi sangat penting. Tegak lurus , kalau tidak keliru, direduksi ke dalam 3 B—Baik Tujuannya, Benar Hukumnya, Betul Caranya. Pemahaman secara menyeluruh mensyaratkan bahwa implementasi 3 B tidak bisa dipenggal-penggal. 3 B sepertinya harus diimplementasikan sebagai pedoman yang bersifat kumulatif. Sedemikian rupa sehingga setiap kebijakan, lebih-lebih kebijakan publik, mesti mengandung ketiga unsur 3 B secara bersamaan. Maksudnya, tujuan yang baik harus berlandaskan hukum. Caranya juga harus betul.
Jadi, kalau APBD dianggap baik, posturnya menggambarkan kepentingan dan hajat hidup orang banyak, maka APBD itu harus dilegalisasi lewat proses pengesahan bersama Dewan. Jadwalnya juga mesti tepat berdasarkan kalender anggaran yang berlaku secara nasional. Sedemikian rupa sehingga seluruh aspek, mulai dari yang bersifat filosofis hingga teknis, terpenuhi. Tujuannya baik, landasan hukumnya benar, teknis dan prosedurnya sesuai jadwal.
Pertanyaannya adalah, siapa yang menafsiri tegak lurus yang direduksi ke dalam 3 B itu serta bagaimana pula pula menafsirinya….??? Dan jika rakyat boleh menafsisinya, tegak lurus itu sangat bisa jadi akan ditafsiri sebagai kebijakan yang tidak pernah menyusahkan dan menyulitkan rakyat gara-gara APBD telat, serapan anggaran rendah dan DAU dipangkas. (Aga)