Audiotorial “Class Action”

newsSalah seorang pengurus Koni Jember melayangkan somasi ke Bupati Jember. Jika dalam tempo yang ditentukan somasi itu tidak diindahkan, maka peringatan itu akan ditingkatkan menjadi class action.

Somasi yang kemungkinan bisa meningkat menjadi class action atau gugatan kelompok dilatar belakangi oleh belum cairnya sisa dana hibah Koni yang sejatinya sudah digedog pada APBD 2016. Dalam beberapa artikel disebutkan, class action dilayangkan oleh beberapa pihak yang masalah dan tuntutannya sejenis. Lalu, demi efisiensi, tuntutan dilayangkan melalui perwakilan. Untuk kasus dana hibah Koni, pihak-pihak yang masalah dan tuntutannya sejenis adalah cabang-cabang olah raga. Dan masalahnya adalah tersendatnya pembinaan dan pengembangan cabang olah raga Koni.

Begitulah, issue dana hibah dan dana bansos terlihat menggelinding seperti bola salju, makin membesar. Sebelumnya, ada kabar DPRD Jember mewacanakan penggunaan hak interpelasi. Hak minta keterangan dari Bupati. Tujuannya, untuk memastikan bahwa keputusan Bupati untuk tidak mencairkan dana hibah dan dana Bansos ke beberapa pihak penerima tidak menyalahi aturan. Kedua, untuk menghindari berkembangnya kesan Bupati telah bersikap tebang pilih.

Apa yang hendak disampaikan audiotorial ini, sekali lagi, adalah soal pilihan cara atau metoda. DPRD memilih cara yang prosedural, yakni interpelasi yang memang dibolehkan oleh Undang-Undang. Sedang pihak lain memilih class action sebagai cara untuk memperoleh kejelasan atas kebijakan Bupati. Bedannya, pada class action ada implikasi hukumnya meski hanya bersifat administratif ketatanegaraan.

Pilihan-pilihan itu selaras dengan prinsip tegak lurus dalam penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten Jember yang elemen implementasinya meliputi : Baik Tujuannya, Benar Hukumnya dan Betul Caranya. Dewan mempertimbangkan penggunaan hak interpelasi agar dari sana diperoleh kejelasan. Kejelasan atas kebijakan yang dianggap berpengaruh dan menyangkut kepentingan masyarakat.

Begitu juga dengan pihak yang melayangkan somasi, dan yang kemungkinan meningkat menjadi class action, memilih jalur yang tersedia dan dijamin Undang-Undang. Pendek kata, sebuah tradisi bagus mulai terbangun, yakni tradisi menyelesaikan masalah secara prosedural, tradisi menyelesaikan masalah sesuai peraturan perundang-undangan.

Karena itu, langkah yang hendak ditempuh dewan maupun pihak-pihak yang melayangkan somasi, tidak perlu disikapi berlebihan.  Sebaliknya, dipilihnya cara-cara prosedural itu justru patut diapresiasi. DPRD maupun pihak yang melayangkan somasi tidak memilih cara-cara yang jauh dari keadaban politik,  mengabaikan prosedur dan menyelisihi peraturan perundangan.

Akhirnya, high call atau seruan utamanya adalah ketika tegak lurus disepakati sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintahan, maka semua pihak harus mengimplementasikannya. Termasuk ketika hendak membuktikan siapa sejatinya yang tidak tegak lurus, cara-cara yang dipilih untuk membuktikannya juga harus tegak lurus. (Aga)

Comments are closed.