Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Jember yang bermasalah ternyata menempati urutan keempat terbanyak di Jawa Timur. Dalam pandangan aktivis Buruh Migran Indonesia, Mohammad Kholili, tingginya kasus yang menimpa TKI asal Jember dikeranakan lemahnya perlindungan pemerintah. Karena itu, Kata Mohammad Kholili, pihaknya mengapresiasi langkah DPRD Jember yang berinisiatif mengusung Perda Perlindungan Tki. Kasus paling menonjol yang menimpa TKI menurut Kholili meliputi Perdagangan Manusia, deportasi, kelebihan kuota, kekerasan dan penipuan.
Begitulah, Perda Perlindungan buruh migran dengan begitu terasa urgensinya. Harapannya perda itu efektif memberikan perlindungan. Syukur kalau perda itu dirancang memberikan perlindungan sejak dini. Bisa jadi semacam pemberdayaan atau pusat layanan pelaporan yang bisa menampung informasi praktek para tekong.
Lebih dari itu, keberanagkatan TKI ke luar negeri sejatinya berkorelasi dengan ruang dan peluang ekonomi di daerah TKI berasal. Maksudnya, ketika daerah tempat TKI berasal menjanjikan secara ekonomi, kecil kemungkinan penduduk daerah itu berbondong-bondong ke luar negeri.
Dengan kata lain, keberangkatan TKI ke luar negeri bisa dijelaskan melalui teori “dorong tarik”. Push and pull kata orang pintar. Ketika peluang usaha dan peluang ekonomi di daerah asal TKI tidak lagi menjanjikan, maka mereka tertarik dan ditarik menuju daerah bahkan negara yang lebih menjanjikan secara ekonomi. Itu pula sebabnya muncul urbanisasi. Ketika ruang hidup di desa makin sempit, maka demi kelangsung hidup pula, penduduk desa berbondong-bondong ke kota yang, berkat pertumbuhan industri, pertumbuhan ekonominya ikut terdorong.
Akhirnya, kalau mau ideal, jalan keluar untuk menekan laju TKI keluar negeri adalah mempebersar ruang dan peluang usaha serta peluang ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah mesti didorong disertai dengan kebijakan yang berorientasi pada pemerataan. Kebijakan itu dicerminkan oleh kebijakan APB Daerah. karena itu, sekarang tinggal melihat, apakah ABPD Jember berpihak pada pengembangan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Juga apakah serapan anggarannya optimal. jika serapannya rendah, maka bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi melambat. Sebab, APBD hingga sekarang masih dianggap sebagai instrumen fiskal utama. Dan akan lebih payah lagi, sudah serapannya rendah, DAU dan DAK-nya ditunda. (Aga)