Dari sekian banyak pejabat eselon 2 dan 3 yang dilantk Bupati Faida 3 Januari lalu, masih ada 13 jabatan kosong yang rencananya bakal diisi dengan cara lelang. Maksudnya tentu saja lelang jabatan.
Lelang jabatan adalah prosedur pengisian jabatan melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan. Orang pintar menyebutnya fit and proper test. Publik pasti menyambut gembira pengisian jabatan dengan cara itu. sebab, jika prosesnya berjalan ideal, maka sosok yang mengisi posisi atau jabatan tertentu adalah sosok yang sering disebut kompeten. Padanan katanya kira-kira mumpuni.
Lelang jabatan tidak menyalahi regulasi. Tetapi yang patut diperhatikan adalah proses atau prosedur yang harus dilaluinya. Prosedur atau tahapan lelang jabatan sekurang-kurangnya meliputi keterbukaan dan penilaian kompetensi manajerial dan kompetensi bidang khusus sesuai substansi tugas.
Yang dimaksud dengan keterbukaan di sini meliputi keterbukaan saat mengumumkan lowongan jabatan yang dilelang dan keterbukaan peluang. Dengan keterbukaan peluang maksudnya, peluang itu terbuka bagi setiap pegawai yang memenuhi syarat administratif yang menyangkut kepangkatan dan golongan. Keterbukaan di sini juga menyangkut pengumuman hasil tahap seleksi yang tidak hanya dipampang di apan pengumuman, melainkan juga lewat media. Sedang yang dimaksud penilaian kompetensi manajerial adalah penilaian dengan menggunakan metoda yang bisa diptertanggungjawabkan.
Pengisian jabatan dengan cara lelang diakui sebagai cara efektif menghindari praktek kolusi dan nepotisme, kerabatismae dan koncoisme. Pejabat yang dihasilkan melalui proses lelang adalah pejabat yang kompeten, persaingan juga lebih fair , berkeadilan. Sedemikian rupa sehingga, sekali lagi pejabat yang dihasilkan adalah pejabat yang kompeten, berintegritas, berorientasi kinerja, dan ujung-ujungnya mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. Good governance kata orang pintar.
Begitulah, kalau benar 13 jabatan yang kosong itu hendak dilelang, maka prosesnya harus terbuka, berkeadilan, obyektif, bisa dipertanggunggugatkan dan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau tidak transparan, maka namanya bukan lelang. Kalau Panselnya masih bisa diajak pat gulipat, juga bukan lelang namanya.
Akhirnya, lelang jabatan idealnya tidak hanya untuk mengisi jabatan kosong, melainkan diperluas ke jabatan-jabatan lain termasuk jabatan setingkat camat. Kalau tidak, bukan tidak mungkin muncul kesan, beberapa jabatan sengaja dibiarkan tidak diisi melalui proses lelang untuk keperluan konsesi politik. (Aga)