Soal pengangkatan camat yang dipertanyakan karena dianggap tidak memenuhi peraturan perundangan akhirnya terjawab. Pemprov Jawa Timur kabarnya merekomendasikan pengangkatan jalan terus. Tetapi camat yang belum memenuhi kualifikasi harus menjalani diklat untuk mendapatkan sertifikat kepamongprajaan. DPRD katanya juga akan segera merapatkan hasil konsultasi itu, untuk kemudian memberikan rekomendasi kepada Pemkab.
Begitulah, ternyata ceritanya landai-landai saja. Baik Pemkab maupun dewan sama-sama sudah menerima jawaban. Selajutnya tinggal menindaklanjuti rekomendasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Apa yang hendak disampaikan di sini adalah, hendaknya setiap pandangan, sikap, dan tanggapan kritis DPRD tidak direspon berlebihan. Apalagi sampai menimbulkan kegaduhan politik. Nyatanya, dewan menerima rekomendasi Pemprov, meski masih harus ditindaklanjuti dengan rapat internal. Apa yang dilakukan DPRD adalah menjalankan fungsi pengawasan.
Yang dimaksud mengawasi di sini tentu bukan mencari kesalahan. Fungsi pengawasan dimaksudkan agar kelak di kemudian hari tidak ada kebijakan yang bermasalah dan dimasalahkan. Sebegitu rupa sehingga penyelenggaraan pemerintahan berjalan efektif. Nyatanya juga, ada beberapa persoalan yang dikritisi DPRD berujung terbitnya Surat Peringatan Gubernur. Bayangkan, andai DPRD tidak bersikap kritis, bisa-bisa kebijakan itu kelak bermasalah, terutama dalam hal keabsahan.
Kiranya tidak perlu diurai dan dijelaskan panjang lebar, karena pesan utamanya cukup jelas. Pertama, sikap kritis dewan tidak perlu direspon berlebihan, apalagi sampai menimbulkan kegaduhan politik. Kedua, setiap sikap kritis DPRD mestinya direspon dengan membuka ruang komunikasi. Bukan sebaliknya, taruh misalnya direspon dengan sikap apriori, dianggap mencari-cari kesalahan, atau dianggap seolah DPRD sedang menabuh genderang perang. (Aga)