Audiotorial “Hoax dan Kepanikan Sosial”

Sebelumnya masyarakat sekitar perkebunan PTPN 12 Kebun Gumitir mengamankan orang yang dicurigai penculik. Sekarang ada lagi kejadian serupa. Warga Desa Tamansari Mumbulsari membawa dan mengamankan seorang pengumpul amal ke balai desa. Sejauh ini masyarakat masih berpikir jernih. Setelah dibawa ke balai desa, orang yang dicurigai tadi diamankan ke mapolsek setempat. Usut punya usut orang itu bernama Misli, warga Desa Lampeji, berpencaharian sebagai penangkap burung sekaligus pengumpul amal untuk pembangunan masjid di desanya.

Polisi sudah menyeru agar masyarakat tidak gampang terprovokasi. Polisi juga sudah menyampaikan, kabar penculikan anak yang tersebar di medsos adalah kabar bohong, hoax.

Begitulah, barangkali karena begitu intensifnya sehingga kabar bohong yang tersebar lewat medsos itu terkesan sebagai kabar betulan. Barangkali karena begitu gencarnya sampai-sampai berita yang belum pasti kebenarannya itu dianggap sebagai fakta.

Sejauh ini memang masyarakat masih berpikir jernih. Tidak bertindak main hakim sendiri. Tetapi bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang untuk tujuan tertentu memanfaatkan kecemasan dan kekalutan warga.

Maka, sekali lagi, masyarakat butuh penjelasan, pemahaman dan kepastian. Harus ada penjelasan hingga persoalan jadi terang-benderang, bahwa kabar penculikan anak yang tersebar di medsos adalah berita atau kabar bohong. Pada saat yang sama, penanggung jawab keamanan memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Untuk kesekian kalinya juga diingatkan, dalam situasi tertentu, kecemasan dan kekalutan bisa berubah menjadi kepanikan. Selanjutnya,  kepanikan akan melahirkan tindakan di luar kendali. Bisa berupa perilaku beringas, amuk massa atau yang sejenis dengan itu.

Kecemasan dan kekalutan masyarakat berpotensi berubah menjadi perilaku tak kendali ketika situasi di sekeliling penuh ketidakpastian.  Pada Banyak kejadian, ketidakpastian bisa membawa masyarakat pada pola pikir “sumbu pendek”. Masyarakat yang reaktif, tidak berpikir panjang. Reaksinya seringkali wujud dalam perilaku di luar dugaan.

Hingga di sini menjadi jelas, kepastian harus diciptakan. Kepastian sosial, kepastian politik, kepastian ekonomi dan kepastian-kepastian yang lain dengan menambal dan menutup celah yang dari sana bisa menyembul kegaduhan, perpecahan dan keterhambatan pelaksanaan program pembangunan. Celah yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencapai tujuannya. Celah yang semakin menajamkan kecurigaan. Celah yang semakin menegaskan garis pemisah antara “aku” dan “mereka”. Dan secara moral politik, yang bertanggung jawab menghadirkan “kepastian” adalah penyelenggara negara. (Aga)

 

 

Comments are closed.