Entah drama apa lagi yang hendak dan ingin diperlihatkan eksekutif dan legislatif. Hari ini rapat pembahasan Perubahan APBD 2017 dikabarkan diwarnai ketegangan, bahkan kerena ketegangan itu rapat dtunda. Wakil rakyat yang terlibat dalam rapat tersebut menyilakan keluar Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah gara-gara pejabat itu menanyakan legal standing DPRD dalam pembahasan P-APBD.
Ketegangan katanya berawal dari keengganan Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya memenuhi permintaan Plt Sekretaris Daerah. Alasannya, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya (PRKPCK) tidak ada hubungannya dengan Badan Anggaran DPRD. Katanya, PRKPCK akan memberikan berkas dan paparan hanya kepada Tim Anggaran Pemkab.
Apapun penyulutnya, peristiwa itu sepertinya merupakan puncak disharmoni hubungan eksekutif dan legislatif. Warga masyarakat pasti bertanya, “apa sesungguhnya yang sedang terjadi..?”. “Haruskah silang pendapat diantara keduanya harus berkembang sampai sebegitu jauh…?”
Begitulah, hari ini penentu kebijakan telah mempertontonkan kepada masyarakat luas pertunjukan yang siapapun akan mengatakannya sulit untuk ditarik dari sana sebuah keteladanan. Sebaliknya, publik melihat peristiwa tentang lenyapnya sikap saling menghormati. Publik menyaksikan lenyapnya kesadaran dan pemahaman terhadap status, peran dan fungsi. Status, peran dan fungsi pejabat penentu kebijakan. Status, peran dan fungsi birokrasi. Status, peran dan fungsi wakil rakyat.
Akhirnya apa lagi yang bisa ditawarkan rakyat kepada mereka. Mereka adalah orang bergelar dan pintar. Tapi jangan lupa, rakyat bisa diduga mengelus dada sambil berujar, “apa yang bisa dikerjakan oleh pembuat dan pelaksana kebijakan, kalau yang ada cuma keributan dan kericuhan..?”. Jangan lupa pula, rakyat kira-kira juga bertanya, “..siapakah yang paling bertanggungjawab atas keributan dan kericuhan itu..?” (Aga)