Ada kabar surat gubernur yang berisi teguran atas keterlambatan penyampaian Perda APBD 2018 sudah turun. Inti surat subernur itu katanya adalah agar Pemkab dan DPRD Jember mempercepat proses penyusunan APBD 2018 dengan memperhatikan segenap ketentuan dan tahapan. Surat gubernur yang ditujukan kepada Bupati Jember dan Ketua DPRD Jember itu juga mengingatkan bahwa keterlambatan persetujuan rancangan Perda tentang APBD berakibat sanksi berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Soal peraturan perundangan baik Eksekutif maupun Legislatif pasti sudah sama-sama mafhum. Eksekutif tempat berkumpulnya orang pintar, Legislatif punya staf ahli. Pendek kata, kalau urusan peraturan perundangan dan penafsiran serta langkah apa yang harus ditempuh ketika menemui jalan buntu, kedua lembaga itu pasti sudah sangat mafhum.
Keterlambatan demi keterlambatan yang pernah terjadi dalam pembahasan dan penetapan APBD maupun perubahannya sepertinya bukan gara-gara ketidakpahaman Eksekutif dan Legislatif terhadap perturan perundangan. Ditilik dari dinamikanya keterlambatan itu lebih bernuansa politik. Jika boleh mereduksinya, persoalan lebih menyangkut kemauan politik. Orang pintar menyebutnya political will. Tentu saja yang dimaksud kemauan atau kehendak politik di sini adalah kemauan politik yang berorientasi kepada kepentingan yang lebih besar. Kemauan politik yang disertai semangat menanggalkan ego.
Begitulah, ringkas-ringkas saja. kalau tidak keliru Pemkab Jember sudah pernah menerima dua surat peringatan dari Pemerintah Provinsi. Isinya sama-sama menyangkut pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan. Kalau sekarang Jember kembali menerima surat teguran dari gubernur, siapapun akan menafsirinya: “Tidak ada keinginan untuk belajar dan memetik pelajaran dari pengalaman yang sudah-sudah. Juga tidak terlihat ada hasrat serta keinginan untuk memperbaikinya. ”
Kalau sudah begitu, mau ditegur berapa kalipun akan sia-sia. (Aga)