Audiotorial “Rencana Aksi 212”

Pertemuan tokoh dan ulama Jember membahas rencana aksi 212.

Sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat berencana melakukan aksi menyikapi persoalan pemerintahan di Kabupaten Jember. Rencananya aksi itu dilakukan 21 Februari mendatang. Salah satu pemuka agama asal Puger, Habib Umar Al Muhdor, mengatakan, pertemuan antar tokoh masyarakat dan tokoh agama berlangsung spontan. Pertemuan itu sampai pada kesepakatan untuk melakukan aksi keprihatinan bertajuk aksi 212. Aksi  bertujuan mengingatkan para penentu kebijakan, baik  Eksekutif maupun Legislatif, bahwa dalam 2 tahun terakhir Kabupaten Jember mengalami kemunduran.

Kalau sesuai rencana aksi akan diikuti ratusan dan mungkin malah ribuan orang.  Tetapi, jauh-jauh hari  tokoh agama yang lain, Kyai Syaiful Rizal, mengingatkan, karena aksi 212 bertujuan mengingatkan penentu kebijakan, maka aksi tersebut harus jauh dari sikap kebencian.

Begitulah, di alam demokrasi kebebasan mengekspresikan pendapat dijamin oleh undang-undang. Karena itu, sepanjang ekspresi aspirasi tidak menabrak dan melanggar peraturan perundangan, tidak seorangpun yang bisa dan boleh menghambat aktualisasi ekspresi aspirasi. Dalam demokrasi sumber kekuasan politik adalah rakyat. Mereka menyerahkan sebagian kekuasaan dan kewenangan kepada pemimpin lewat pemilu. Maka, ketika rakyat merasa kekuasaan mereka disalahgunakan, atau ketika rakyat merasa sang pemimpin tidak bisa lagi mengemban amanah, mereka akan berusaha meminta dan mengambil kembali amanah yang dulu mereka serahkan kepada pemimpin. Atau, sekurang-kurangnya rakyat mengingatkan kepada sang pemimpin bahwa otoritas yang sekarang ditangannya berasal dari rakyat.

Jadi, di dalam demokrasi yang namanya aksi, unjuk rasa atau apapun namanya yang mengarah pada ekspresi aspirasi, sepanjang masuk akal dan tidak menabrak aturan main, adalah hal yang biasa.  Penguasa tidak perlu gagap apalagi gamang, yang karena kegagapan dan kegamangan itu lantas berusaha membungkam ekspresi warga. Sebaliknya, ekspresi warga mesti dilihat sebagai bekerjanya sistem peringatan dini, bekerjanya apa yang dalam demokrasi disebut check and balance, agar penguasa tidak kebablasan. Tujuannya, mengingatkan bahwa dalam demokrasi tidak ada kekuasaan mutlak, karena sumber kekuasaan itu berasal dari rakyat.

Dalam banyak literatur disebutkan, ekspresi aspirasi yang terhambat dan dihambat justru merugikan banyak pihak. Ekspresi yang dihambat dan terhambat sama dengan tertutupnya katup-katup pengaman. Katup-katup itu, pada titik tertentu bisa meledak dengan kedahsyatan yang tak terduga lantaran tak sanggup menahan tumpukan aspirasi yang berakumulasi dan berkelindan.

Akhirnya, unjuk aspirasi, sepanjang masuk akal tidak menyalahi aturan main, adalah  bagian tak terpisahkan dari kehidupan demokrasi. Unjuk aspirasi adalah katup pengaman sekaligus pengingat bahwa dalam demokrasi tidak ada kekuasaan mutlak. Jadi siapapun yang berkuasa dalam sistem politik demokrasi jangan pernah meniru Raja Perancis Louis XVI yang terkenal dengan ucapannya: l’état, c’est moi, “negara adalah aku”. (Aga)

 

 

Comments are closed.