Audiotorial “Survei Persepsi Masyarakat”

Rilis temuan survei PRC terhadap 2 tahun kinerja Bupati dan Wabup Jember.

Politika Research Center (PRC) kemarin merilis hasil survey persepsi kepuasan masyarakat. Barangkali akan panjang kalau di sini dijelaskan secara rinci. Karena itu, jauh lebih baik menggaris bawahi peringatan Direktur PRC, pak Rio. Katanya,  titik aman bagi petahana adalah  jika kepuasan publik terhadap kinerjanya mencapai 65 persen.  Jika angka kepuasan publik di bawah 65 persen, maka diperlukan kerja keras jika petahana ingin kembali memimpin pada periode berikutnya. Catatan lainnya, dengan kepuasan masyarakat di bawah 65 persen, petahana bisa saja memenangi pilkada berikutnya jika dalam kontestasi pilkada terdapat 3 pasangan calon.

Maka sekarang tinggal memastikan niatnya, ingin kembali memimpin atau memuasi masyarakat. Kalau niatnya memuaskan masyarakat, maka ketika hasil survey memperlihatkan kepuasan publik sangat tinggi sekalipun, penentu tetap berusaha keras meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya, ketika hasil survei memperlihatkan angka kepuasan publik rendah, maka penentu kebijakan akan segera tancap gas memperbaiki kinerjanya di semua lini. Penentu kebijakan akan menempatkan hasil survey sebagai informasi penting dan berharga. Dia akan serta merta dan bersegera melakukan penguatan, melakukan konsolidasi internal, mendorong birokrasi untuk makin kreatif dan responsif. Ringkas cerita, kalau niatya memuaskan masyarakat, maka bagi penentu kebijakan tidak terpikir untuk kembali tampil sebagai pemimpin. Yang terlintas dan menghantui benak dan pikiran penentu kebijakan adalah kepuasan publik.

Pada sisi lain, kalau niatnya ingin kembali tampil, maka upaya perbaikan kinerja akan cenderung semu. Dorongan agar birokrasi bekerja lebih keras tidak menghasilkan kesadaran sejati. Sebaliknya yang muncul adalah kesadaran palsu. False consiousness kata orang pintar.

Catatan penting lainnya yang disampaikan PRC adalah komunikasi yang jauh dari efektif. Akibatnya, tidak banyak yang tahu tentang program pemerintah. Masyarakat juga bisa jadi tidak tahu dan paham sehingga tidak bisa membedakan mana program pemerintah pusat mana program pemerintah daerah. Kalau niat utama penentu kebijakan kembali tampil mempimpin, bisa jadi ketidak pahaman masyarakat itu dimanfaatkannya untuk mewujudkan niat penentu kibajakan. Penentu kebijakan umpamanya, bisa saja mengklaim untuk mengelabui masyarakat bahwa program pemerintah pusat seperti beras sejahtera untuk warga miskin sebagai program daerah.

Sekali lagi, sekarang bergantung pada niat penentu kebijakan. Jika niatnya semata-mata ingin memuasi masyarakat, maka hasil suvey, benar atau tidak, akan dilihat sebagai informasi penting dan berharga. Sebab, penentu kebijakan yang bijak tidak anti kritik. Kupingnya tidak gampang merah bahkan ketika hasil survey memperlihatkan kepuasan publik terhadapnya sangat rendah. (Aga)

Comments are closed.