Seorang warga menanyakan kejelasan pemanfaatan ambulan desa. Sebab, di desa lain pemanfaatan ambulan desa oleh warga tidak dipungut biaya. Warga yang ingin mendapat kejelasan itu mengaku ditarik biaya ambulans saat ibunya harus dibawa ke rumah sakit rujukan. Selain biaya ambulans, pasien tadi juga dikenai biaya perawatan dan infus senilai Rp 330 ribu. Kata warga tadi, bagi warga miskin biaya sebesar itu tentu dirasakan cukup berat. Kepala Dinas Kesehatan belum bisa memberikan penjelasan karena katanya sedang rapat.
Warga sangat butuh penjelasan dan mendapat penjelasan adalah hak warga. Pertama, karena warga tahunya ambulans desa itu gratis. Kedua, biayanya dirasa sangat memberatkan karena kebetulan peristiwa itu menimpa warga kurang mampu. Bahkan, andai berbayar warga masih butuh penjelasan dan keterbukaan. Penjelasan dan keterbukaan tentang pedoman yang menentukan besarnya ongkos pemanfaatan ambulans desa.
Ambulans desa adalah adalah salah satu dari sekian janji politik penentu kebijakan. Anggaran pengadaannya juga milyaran rupiah. Tujuannya, siapapun akan mengapresiasinya, yakni meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat serta akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Pujian bahkan datang dari Menkumham karena program ini dipandang sebagai pemenuhan hak paling dasar bagi masyarakat terhadap layanan kesehatan. Pendek kata ambulans desa bisa dibilang sebagai ikon Kabupaten Jember kendati dalam proses pengadaan diwarnai tarik ulur. Malah beberapa desa sempat mengembalikannya lantaran yang menandatangani serah terima bukan Pemerintah Desa, melainkan Puskesmas. Padahal ambulans itu katanya diserahkan kepada Desa. Sedikitnya 8 Kades waktu itu mengembalikan ambulans desa dengan pertimbangan desa sudah memberikan layanan gratis kepada warga. Warga yang sakit diangkut dengan mobil pribadi kades tanpa dipungut biaya.
Bahwa ambulans desa dianggap sebagai program unggulan juga bisa dilihat dari penyediaan call centre yang dinamai Jember Safety Cantre (JSC). Lalu dengan gencar disosialisasikan penggunaan ambulans desa oleh warga tidak dipungut biaya alias gratis. Kendati demikian, ada kasus-kasus tertentu yang warga harus menanggung biaya.
Maka sekali lagi, masyarakat butuh penjelasan dan kejelasan tentang penggunaan ambulans desa. Jika berbayar, untuk kasus semacam apa warga harus mengeluarkan ongkos, lalu bagaimana menentukan besaran biayanya. Pedoman itu sangat penting untuk menghindari pengenaan biaya secara serampangan. Akhirnya, warga kira-bertanya-tanya, kalau kades saja rela merogoh kocek pribadi mengantar warganya berobat dengan kendaraan pribadinya, masa iya warga, apalagi yang kurang mampu dipungut biaya ketika membutuhkan ambulans desa yang pengadaanya menggunakan uang rakyat. Karena itu, keluhan warga mesti ditindaklanjuti. Sebab, bisa jadi itu hanya ulah oknum yang tidak bertanggungjawab. (Aga)