Pemkab Jember belum mengembalikan dana temuan BPK ke kas daerah. Salah satu temuan BPK yang harus dikembalikan ke kas daerah karena tidak bisa dipertanggungjawabkan nilainya mencapai Rp 260 juta. Wakil Bupati Jember, Abdul Muqit Arief, menerangkan, beberapa temuan BPK sudah ditindaklanjuti. Beberapa yang lain sedang dalam proses. Wabup Muqit Arief juga menjelaskan, dengan temuan itu manjadi wajar jika BPK RI memberikan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada Pemkab Jember.
Penilaian kali ini merosot dibanding tahun sebelumnya. Sebelumnya BPK RI memberikan predikat Wajar Tanpa pengecualian (WTP) kepada Pemkab Jember. Karena itu, tandas Wabup Muqit, Pemkab Jember akan memperbaikinya.
Pernyataan Wabup Muqit mesti diapresiasi. Lugas, tidak bertele-tele. Tidak juga mencari-cari kesalahan. Apalagi mencari dan kemudian menunjuk pihak tertentu sebagai kambing hitam. Dibanding 4 Kabupaten Lain, Jember sepertinya satu-satunya yang mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Sementara 4 Kabupaten lainnya di sekitar Jember, yakni Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi meraih predikat Wajar Tanpa pengecualian (WTP) dalam pengelolaan anggaran. Banyuwangi malah dikabarkan bserhasil mempertahankan predikat itu 7 kali berturut-turut.
Begitulah, Jember catatannya menjadi lebih komplit. Ada proyek yang belum dibayar, ada temuan BPK, ada SILPA yang nilainya justru meningkat dari tahun sebelumnya. Dulu, kalau tidak keliru, SILPA atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Kabupaten Jember Rp 650 miliar. Sekarang malah tembus Rp 700 miliar lebih. BPK menemukan ratusan juta rupiah dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, yang oleh karena itu harus dikembalikan ke kas daerah.
Semua itu adalah persoalan inti dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebab, ada yang bilang pusat politik itu terletak pada proses perumusan kebijakan anggaran. Penjelasannya, karena kebijakan anggaran menyangkut kepentingan banyak orang dan banyak pihak. Karena itu, untuk memperoleh gambaran tentang performa dan kinerja pemerintahan cukup dilihat dari kebijakan anggarannya.
Nah, sekali lagi, apresiasi patut diberikan kepada pak Wabup Muqit Arief dengan pernyataannya yang tak butuh penafsiran, yakni perbaikan dan perbaikan pengelolaan keuangan. Bukan mencari-cari kesalahan atau kambing hitam misalnya karena DPRD-nya rewel, terlambat atau enggan dan tak segera menjadwalkan pembahasan RAPBD, SKPD-nya kurang atau tidak terampil dan kesalahan-kesalahan lain yang dicari-cari lalu ditimpakan kepada pihak tertentu. (Aga)