Ketua UMK-IKM Nusantara Jember, Rendra Wirawan, melihat JFC kali ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap UMKM. Dibanding tahun sebelumnya, dampak JFC tahun ini terhadap UMKM turun 20 persen. Padahal JFC tercatat dalam kalender kegiatan internasional. Rendra Wirawan juga mengungkapkan sejauh ini JFC belum melibatkan UMKM.
Begitulah, harapannya adalah setiap kegiatan yang dirancang bisa mengundang pengunjung atau wisatawan ke Jember memberikan dampak ekonomi. Jadi, bukan cuma JFC. Dulu ketika Jember memiliki agenda BBJ (Bulan Berkunjung ke Jember), yang diharapkan dari agenda itu juga dampak ekonomi. Dengan JFC atau BBJ Jember dikunjungi wisatawan demestik maupun mancanegara. Wisatawan yang berkunjung tentu tidak sekadar berkunjung melainkan juga berbelanja dan membelanjakan uang mereka. Sebegitu rupa sehingga hunian hotel diharapkan meningkat, UMKM menggeliat. Begitu pula dengan sektor-sektor lainnya. Pendek kata, setiap agenda sejenis BBJ atau JFC diharapkan memberikan dampak ekonomi. Sebab dari sana peningkatan kesejahteraan warga masyarakat bisa diikhtiarkan. Karena itu, tidak ada yang salah dengan harapan semacam itu.
Yang menarik untuk kemudian dipikirkan adalah ketika dalam sebuah diskusi muncul ajakan untuk melihat kawasan kampus sebagai spot kegiatan ekonomi. Diasumsikan terdapat 30 ribu mahasiswa di kawasan itu. Lalu, jika setiap mahasiswa membelanjakan uangnya sejuta rupiah setiap bulan, maka perputaran uang di kawasan itu mencapai Rp 30 miliar sebulan atau tidak kurang dari Rp 360 miliar setahun.
Simulasi itu dimaksudkan untuk mengajak dan mendorong banyak pihak, terutama tentu saja penentu kebijakan, memikirkan, merancang dan menciptakan spot-spot kegiatan ekonomi. Dengan demikian taruhannya terletak pada kreatifitas dan kehadiran pemerintah daerah. Ketika ide-ide kreatif bermunculan, pemerintah mesti memfasilitasinya. APBD sebagai pengungkit pergerakan roda ekonomi mesti diorientasikan pada dukungan terhadap ide-ide kreatif. Pengelolaannya juga mesti optimal. Sebab, ketika serapanAPBD tidak optimal, rentetan yang muncul adalah merosotnya gairah ekonomi. Sekali lagi, karena APBD atau spending government adalah salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi selain investasi dan konsumsi.
Akhirnya, yang tak kalah pentingnya adalah mengoneksikan setiap agenda semacam JFC atau BBJ dengan sektor-sektor ekonomi di masyarakat. Jika tidak, maka jadinya seperti yang dikeluhkan Ketua UMK-IKM Jember, JFC kurang terkoneksi dengan UMKM. Dalam keadaan seperti itu bisa saja muncul kesan pemerintah daerah lebih mementingkan geriap seremonial di setiap agenda kegiatan, ketimbang hadir dan memfasilitasi UMKM yang dalam sejarah krisis ekonomi teruji dan terbukti tahan banting. (Aga)