Kabarnya semalam ada aksi damai di sekitaran Gedung DPRD Jember. Pesertanya dari berbagai kalangan. Termasuk tokoh lintas agama. Dalam aksi damai itu peserta menyalakan seribu lilin. Pesan yang disampaikan adalah semangat persatuan dan semangat keberagaman dalam bingkai NKRI yang berazas Pancasila. Selain itu, peserta aksi damai juga berdoa bersama agar berbagai persoalan di negeri ini segera selesai.
Begitulah dinamikanya. Namanya juga demokrasi. Penyampaian aspirasi bisa dilakukan dengan berbagai cara sepanjang tidak menyalahi, menciderai dan menodai demokrasi. Kekuatan demokrasi terletak pada argumen dan kesediaan mendengar lalu mengakui kebenaran argumen itu. Tidak ada demokrasi jika pihak yang satu berargumen tetapi pihak yang lain anarkis. Tetapi, juga tidak demokrasi jika penyampaian aspirasi dihambat, ditakut-takuti atau malah dikriminalisasi. Sebab, DNA demokrasi adalah kebebasan menyampaikan dan mengekspresikan pendapat. Tentu saja kebebasan yang juga harus dalam koridor nilai serta tradisi demokrasi.
Jika semua itu dipahami, dihayati, kemudian diamalkan, maka dinamika politik muncul adalah dinamika politik yang berperadaban. Dinamika politik yang jauh dari pemaksaan kehendak. Dinamika politik yang jauh dari upaya meraih dan mempertahankan kekuasaan yang menghalalkan segala cara.
Dalam politik, meraih kekuasaan adalah hal lumrah. Begitu pula dengan upaya mempertahankan kekuasaan, juga lumrah. Tetapi dalam demokrasi upaya meraih dan mempertahankan kekuasaan harus prosedural. Untuk urusan meraih dan mempertahankan kekuasaan, demokrasi menyediakan prosedur dan mekanisme pemilu.
Hingga di sini menjadi jelas, jika bangsa ini menghendaki situasi yang kalau boleh pinjam istilah lama, disebut stabil-dinamis, maka yang harus dipenuhi adalah pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai dan tradisi demokrasi. (Aga)