Bupati Jember harus melaksanakan perintah Menteri Dalam Negeri sebagaimana tercantum dalam Surat Menteri Dalam Negeri berkenaan dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Oleh karena itu, Bupati Jember harus mencabut Perbup yang berkaitan dengan SOTK. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim, selepas berkunjung ke Kementerian Dalam Negeri. Kata Ahmad Halim, Kementerian Dalam Negeri memberikan tiga catatan penting. Pertama, Bupati Jember harus menjalankan perintah sebagaimana tercantum dalam surat Mendagri yang dilayangkan November lalu. Kedua, Kementerian Dalam Negeri bekoordinasi dengan Pemprov Jawa Timur, sekaligus minta Gubernur Jawa Timur menyiapkan langkah antisipasi jika Surat Mendagri untuk Bupati Jember tidak diindahkan. Ketiga, DPRD diminta menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindak lanjut Surat Mendagri oleh Pemkab Jember.
Kendati catatan kedua dan ketiga butuh penjelasan lebih jauh dan eksplisit, tetapi tiga catatan Kementerian Dalam Negeri untuk DPRD Jember bisa dibilang lumayan tegas. Khusus catatan pertama, selain tegas juga jelas alias eksplisit. Bupati harus menjalankan perintah sebagaimana tercantum dalam Surat Mendagri. Bisa diduga alasannya adalah agar peraturan yang menyangkut SOTK di Pemkab Jember sejalan dengan peraturan perundangan di atasnya.
Indonesia bukan Negara Federal yang setiap negara bagian, untuk hal-hal tertentu, berwenang membuat peraturan perundangan. Indonesia adalah Negara Kesatuan, yang oleh karena itu, kendati di sana ada desentralisasi dan otonomi bukan berarti Daerah bisa dengan semau dan seenaknya membuat peraturan tanpa mendasarinya dengan peraturan perundangan di atasnya. Andai ada hal-hal yang secara politik dan sosio-kultural butuh Peraturan Daerah, maka untuk membuatnya harus lebih dahulu dibuatkan Undang-Undang yang menyangkut kekhususan atau keistimewaan daerah bersangkutan.
Kalau tidak boleh dibilang sebagai penjelasan filosofis, begitu kira-kira penjelasan rasionalnya. Jember, adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang oleh karena itu terikat dan diikat oleh Sistem Perundangan Nasional. Jember juga bukan Daerah Khusus atau Daerah Istimewa. Semua produk hukum yang dirancang dibuatnya mesti didasari paraturan perundangan di atasnya. Maka, jika Surat Menteri Dalam Negeri terkesan tegas, itu dikarenakan secara filosofis, Ketatanegaraan dan Tata Pemerintahan tidak ada ruang bagi Daerah untuk membuat produk hukum yang berimplikasi mengusik Sistem Perundangan Nasional, dan pada waktu yang sama mengusik Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akhirnya, sekarang tinggal menunggu Surat Mendagri itu diindahkan atau tidak? Jika tidak diindahkan apa implikasi dan konsekuensinya? Yang mesti diingat adalah jika tidak ada implikasi dan konsekuensi apapun, maka kasus Jember akan menjadi preseden nasional. Daerah bisa sesuka hati membuat Peraturan Daerah atau produk hukum tanpa mendasarinya dengan Peraturan Perundangan di atasnya. (Aga)