Audiotorial “Pilbup dan Rekom Partai”

Surat DPP Partai Amanat Nasional untuk Pilbup Jember beredar di media sosial. Surat itu tadinya dikira rekomendasi DPP PAN untuk salah seorang Bakal Calon Bupati. Tetapi Pengurus DPD PAN Jember, Lilik Niamah, buru-buru menepisnya. Katanya, yang beredar di medsos itu bukan surat rekomendasi, melainkan surat tugas kepada bakal calon Bupati untuk mencari Calon Wakil Bupati dan parpol yang bisa diajak berkoalisi. Lagi pula surat itu tidak ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen Partai. Lilik Niamah menambahkan, surat itu bisa diberikan kepada lebih dari satu bakal calon Bupati yang sudah mendaftar ke DPD PAN Jember.

Begitulah, di masa-masa Pilbup rekom parpol menjadi isu utama, bahkan urgen. Tak seorangpun bakal calon Bupati yang tidak berburu rekom parpol. Sebab, tanpa rekom parpol bakal calon Bupati tak akan bisa maju ke babak berikutnya dalam Pilbup. Kecuali tentu saja bakal calon Bupati yang lewat jalur perseorangan. Pendek kata, rekom parpol untuk bakal calon Bupati adalah surat sakti.

Publik sepertinya sadar dan paham rekom untuk bakal calon Bupati adalah urusan dapur parpol. Tetapi Publik bisa diduga peduli dan kemudian sangat berharap rekom itu jatuh ke sosok yang tepat. Sosok dengan kenegerawanannya, amanah, kapabel dan akseptabel. Justru di sini tantangan paling berat bagi parpol.

Dalam demokrasi perwakilan, parpol adalah organisasi di dalam mana sekelompok orang berhimpun, setidaknya bersimpati, karena kesamaan kepentingan. Parpol dengan begitu bisa dibilang sebagai wakil rakyat. Sekurang-kurangnya wakil bagi konstituennya. Derajat keterwakilan kemudian menjadi isu paling penting. Keterwakilan antara parpol dan konstituen yang diwakilinya. Ketika parpol mengabaikan aspirasi dan kepentingan konstituennya, maka derajat keterwakilan antara parpol dan konstituennya rendah. sebaliknya, derajat keterwakilan itu tinggi ketika parpol menjalankan secara maksimal fungsi utamanya, yakni menghimpun dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan konstitutuennya.

Singkat cerita, masa-masa Pilbup adalah masa-masa krusial untuk membuktikan derajat keterwakilan antara parpol dan konstituen yang diwakilinya. Masa-masa Pilbup juga masa-masa krusial untuk membuktikan di sana tidak ada oligarki parpol yang ditandai dengan keputusan yang dibuat oleh hanya segelintir elit parpol. Sementara konstituen cukup diiming-iming janji. Itu pun 5 tahun sekali. (Aga)

 

Comments are closed.