Audiotorial “Pilkada Sebagai Agenda Rutin”

Biasanya tensi politik meningkat seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pemilukada. Tetapi Pemilukada kali ini berlangsung dalam situasi virus covid 19 mewabah. Jika tensi politik meningkat, diperkirakan tidak setinggi seperti pemilu pada masa normal. Potensi gesekan dan singgungan kira-kira juga begitu. Tidak sebesar pemilukada yang sudah-sudah. Sebab, kontestasi dan kompetisi harus memenuhi protokol kesehatan, yang dengan begitu jika kampanye  terbuka tetap diagendakan pelaksanaannya tidak semasal seperti pada kampanye di masa normal.

Pendek kata, Pemilukada pada masa normal dianggap sebagai situasi yang kamtibmasnya harus diwaspadai dan diantisipasi dari kemungkinan munculnya gesekan dan benturan sosial. Karena itu biasanya aparat keamanan jauh-jauh hari mempersiapkan diri dengan berbagai apel siaga.

Media sosial bisa diduga bakal lebih mewarnai kontestasi dan kompetisi pemilukada kali ini. Tetapi dalam beberapa peristiwa media sosial justru memicu reaksi yang pada titik tertentu menggeser wilayah peperangan dari perang di dunia maya menjadi perang di dunia nyata. Karena itu, kewaspadaan tetap dibutuhkan.

Tetapi apa yang hendak disampaikan di sini adalah pentingnya pelembagaan politik. Yang dimaksud pelembagaan politik di sini adalah melembaganya tertib politik yang didorong oleh semangat bahwa Pemilikada adalah agenda rutin lima tahunan. Pemilukada adalah mekanisme melalui mana pergantian pemimpin daerah secara damai dilakukan. Seperti halnya pemilu pada umumnya.

Mekanisme ini memungkinkan siapa saja tampil dalam kontestasi sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dan ditetapkan lembaga penyelenggara pemilu. Dalam mekanisme seperti ini kontestan yang kalah bisa tampil lagi pada Pemilu berikutnya. Sementara partai pengusung yang kalah menempatkan diri sebagai oposisi loyal. Oposisi yang mengritisi kebijakan pemenang pemilu  tetapi selalu dalam koridor sistem.

Begitulah, ketika politik melembaga, maka tertib politik juga akan melembaga. Jika tertib politik melembaga, maka Pemilu akan benar-benar berlangsung laksana pesta demokrasi. Jika sebaliknya, maka yang terjadi adalah apa yang orang pintar menyebutnya political decay alias pembusukan politik. Maka, agar pemilukada berlangsung damai, aman dan lancar, semua pihak hendaknya melihat pemilu sebagai peristiwa politik biasa. Toh yang kalah masih punya kesempatan tampil lagi lima tahun berikutnya. (Aga)

 

Comments are closed.