Kabarnya Kemendagri memediasi Bupati dan DPRD Jember. Mediasi bisa dibilang intensif karena katanya berlangsung hingga 6 jam. Kemendagri bisa diduga juga mendapat informasi yang komplit dan berimbang kedua kedua pihak yang dimediasi hadir. Pendek kata, mediasi bisa dibayangkan menyeluruh dan barangkali juga tuntas.
Begitu memang harapannya. Dalam urusan pemerintahan Kementerian Dalam Negeri adalah lembaga yang kompeten dan otoritatif. Karena kompeten dan otoritatif, Kemendagri bisa memberikan opini atas dasar peraturan perundangan dengan segenap tafsirnya. Jadi sangat kecil kemungkinan melesetnya.
Maka sekarang bergantung pada para pihak yang berkepentingan atas mediasi itu. Jika para pihak menempatkan kepentingan Jember dan rakyatnya diurutan pertama, bahkan satu-satunya kepentingan, maka petuah dan opini hukum Kemendagri bakal diindahkan.
Lembaga yang terlibat mengurai persoalan di Jember karena peduli cukup banyak. Ada Pemerintah Provinsi, ada DPD-RI, bahkan ada Kejaksaan. Yang seperti ini mestinya dilihat sebagai isyarat bahwa Jember telah menarik dan mungkin malah menyedot perhatian banyak pihak. Pihak-pihak yang menaruh perhatian tentu bukan tanpa alasan. Alasannya, bisa karena persoalan di Jember sudah sedemikian rumit, implikasinya ke mana-mana. Begitu pula dampaknya. Sementara situasinya, gegara wabah covid 19, sangat butuh pemulihan dengan segera. Bayangkan, pemulihan macam apa yang bisa dilakukan dengan APBD yang sangat terbatas. Hanya seperduabelas dari anggaran tahun lalu yang boleh dibelanjakan.
Panjang kalau diurai. Karena itu, yang diharap adalah kesediaan pihak yang dimediasi menangkap pesan dari serangkaian fenomena mulai dari banyaknya pihak yang menaruh perhatian pada Jember hingga catatan yang menyangkut kinerja penyelenggaraan pemerintahan di jember yang diberikan lembaga seperti Komisi ASN, Ombudsman, Komisi Keterbukaan Informasi Publik, BPK-RI dan Kementerian Dalam Negeri dengan pemeriksaan khususnya. (Aga)