Audiotorial “Covid dan Ekonomi”

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jember merilis kenaikan tingkat hunian menyusul pelonggaran pembatasan sosial dan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Tingkat hunian atau okupansi meningkat dari 5 persen menjadi 20 persen. Karena itu, kata ketua PHRI Jember, Teguh Suprayitno, pengelola hotel dan restoran hendaknya selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan. Yang paling menggembirakan, tambah Teguh, pekerja yang tadinya dirumahkan secara bertahap bisa kembali bekerja. Kabar yang menggembirakan tentunya.

Hotel dan restoran biasanya berseiring dengan sektor pariwisata. Okupansi meningkat bisa diduga sektor pariwisata juga mulai menggeliat. Mungkin jauh dari geliat sebelum Covid-19 mewabah. Tetapi, setidaknya pelaku di sektor ini bisa bernafas sedikit lega.

Sejauh ini investasi, konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah masih dianggap sebagai faktor pengungkit utama pertumbuhan dan pergerakan ekonomi. Maka harapannya adalah peningkatan okupansi hotel juga menandakan bangkitnya investasi dan konsumsi masyarakat. Tetapi ketika kebangkitan investasi dan konsumsi masyarakat dikorelasikan dengan peningkatan okupansi hotel, maka siapapun akan melihat yang merambat naik adalah ekonomi lapis menengah atas.

Karena itu, yang dilapis bawah juga harus dirangsang. Distimuli kata orang pintar. Stimulannya adalah belanja perintah. Di masa pendemi ada kebijakan realokasi dan refocusing anggaran. Anggaran direalokasi dan difokuskan pada bidang kesehatan, bansos dan dukungan terhadap UMKM.

Hingga di sini mulai jelas, ekonomi haru menggeliat bersama, yang atas maupun yang bawah. Yang bisa diandalkan untuk keperluan itu adalah belanja pemerintah alias anggaran. Kalau sekarang anggarannya berpayung hukum Perbup yang karena itu sangat terbatas, itu adalah urusan dan tanggungjawab para penentu kebijakan. Kalau APBD 2020 belum dibahas, itu juga urusan dan tanggung jawab para penentu kebijakan. (Aga)

 

Comments are closed.