Entah bagaimana asal muasalnya, pernyataan Bupati Faida seputar pencalonannya lewat jalur perseorangan viral di medsos. Salah satu isinya, Bupati Faida memastikan sulit menjadi Bupati tegak lurus andai rekom partai harus ditebus dengan mahar milyaran rupiah. Faida, dalam kapasitasnya sebagai petahana, juga memastikan tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk memperoleh dukungan rakyat lewat jalur perseorangan.
Tak pelak lagi, pernyataan itu menuai reaksi dari sejumlah pengurus partai. Beberapa pengurus partai mengingatkan bahwa sebelumnya Faida berangkat dari dan diberangkatkan oleh parpol. Beberapa yang lain mengingatkan Faida bahwa masyarakat cukup cerdas memahami pesan yang disampaikannya. Masyarakat, dengan kecerdasannya, juga bisa memahami seperti apa kira-kira cara menghimpun suara dukungan dalam tempo yang sangat singkat.
Begitulah, ada aksi ada reaksi. Bisa diduga ceritanya akan panjang. Maksudnya, reaksi mungkin tidak berhenti sampai di situ. Tetapi memang seperti itulah alam demokrasi. Tidak memasalahkan aksi dan reaksi sepanjang aksi dan reaksi itu diekspresikan dalam koridor dan nilai demokrasi. Argumen dihadapi dengan argumen. Dan hanya argumen yang masuk akal saja yang akan diterima publik.
Dalam konteks pilkada, mengontruksi pikiran publik adalah agenda yang tak terpisahkan dari kegiatan kampanye. Semua pasangan calon pasti melakukannya. Kampanye adalah kegiatan mengontruksi, menggiring dan membangun pikiran publik lewat visi,misi dan program paslon Bupati-Wakil Bupati. Pikiran publik juga dikontruksi lewat personal branding. Personal branding adalah apa saja yang lekat dan mencirikan seseorang. Lalu dengan ciri-ciri itu terbangun citra orang barsangkutan.
Sekali lagi, tidak ada yang aneh dengan aksi dan reaksi yang mewarnai hari-hari menjelang pilkada. Sepanjang aksi dan reaksi itu berlangsung dalam koridor dan nilai demokrasi serta aturan main, tidak ada yang perlu dikkahwatirkan dan dicemaskan. Dalam demokrasi, argumen memang harus dihadapi dengan argumen. Bukan dengan anarkisme. Tetapi, publik bisa dipastikan hanya menerima argumen yang masuk akal. Argumen dan penjelasan apapun akan sia-sia jika tidak membumi. Publik akan menganggap argumen itu menawarkan sesuatu yang berada jauh di atas awang-awang. Muskil tercapai dan dicapai. Argumen dan penjelasan apapun akan sia-sia jika tidak sesui fakta. (Aga)