Audiotorial “Mengonstruksi Realitas dalam Pilkada”

Pilkada umumnya adalah urusan meraih  suara sebanyak-banyaknya. Cara meraihnya bermacam-macam. Mulai dari menawarkan visi, misi dan kebijakan hingga membangun pesona pribadi. Kebijakan yang ditawarkan kandidat cenderung sama. Setidaknya mirip atau beririsan. Rata-rata Kandidat menawarkan dan menjanjikan kesejahteraan serta kemajuan. Sementara soal pesona diri, kandidat akan berusaha keras tampil dalam eksepresi, baik gesture maupun narasi,  agar publik berkesimpulan dialah  kandidat yang paling pantas dipilih.

Memenangi kontestasi, memang benar, bukan satu-satunya tujuan pilkada. Ada tujuan yang lebih besar, yakni membuminya demokrasi. Ketika pemilunya berkualitas dan berintegritas,  maka tidak ada istilah kalah menang. Semuanya menang, karena demokrasi melembaga. Tetapi, bahwa pilkada lekat dengan urusan kalah-menang juga sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.

Begitulah, sudah menjadi pengetahuan umum dalam pilkada kandidat akan berusaha keras merebut hati rakyat. Merebut hati pemilih. Caranya, itu tadi, menawarkan visi, misi dan kebijakan. Bersamaan dengan itu kandidat biasanya membangun pesona diri yang dengan pesona itu publik diharapkan  sampai pada kesimpulan dialah kandidat yang paling pantas dipilih.

Hingga di sini mulai terasa, bahwa kecerdasan publik sangat penting. Kecerdasan menyerap, mencerna dan memilah setiap informasi yang mereka terima sebelum kemudian menentukan pilihan. Apalagi pesan yang disampaikan kandidat cenderung beririsan, kalau tidak boleh dibilang sama. Kandidat juga akan sama-sama tampil maksimal membangun pesona diri. Semua ikhtiar itu diarahkan untuk merebut hati publik.

Kecerdasan sangat diperlukan agar publik tidak gampang tergiur. Kecerdasan yang bisa mengidentifikasi orisinalitas pesan. Kecerdasan yang bisa membedakan pesan yang orsinil dari pesan yang dipoles untuk mengontruksi realitas. Akhirnya, dengan kecerdasan itu publik bisa membedakan realitas yang sesungguhnya dari realitas buatan. (Aga)

 

Comments are closed.