Polisi mengingatkan penyelenggara pemilu untuk mempertimbangkan pergantian musim sebagai salah satu faktor penting yang harus diantisipasi. Kabag Ops Polres Jember, Komisaris Polisi Agus Suparyono, menuturkan coblosan dilaksanakan bulan Desember. Saat curah hujan sedang tinggi. Musim rawan bencana. Karena itu penyelenggara pemilu hendaknya segera menyusun peta rawan bencana. Tujuannya, mencegah kerusakan logistik pemilu seperti Kotak suara, surat suara dan yang sejenisnya. Untuk keperluan itu lembaga penyelenggara pemilu sebaiknya segera berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD).
Begitu memang seharusnya. Agenda apapun harus direncanakan dan disiapkan secara matang. Faktor yang diperkirakan berpengaruh dan mempengaruhi pelaksanaan agenda itu harus diperhitungkan. Sebegitu rupa sehingga tidak ada faktor yang ketinggalan. Dalam manajemen bencana yang seperti itu disebut mitigasi. Sebuah ikhtiar menekan sampai pada titik paling rendah risiko bencana.
Pemilu adalah agenda dengan biaya yang tidak sedikit. Secara nasional, kalau tidak keliru, anggaran pilkada serentak 2020 mencapai lebih dari Rp 13 triliun. Tetapi, biaya bukan satu-satunya faktor yang harus diperhitungkan. Lebih dari itu, Pemilu harus dilihat sebagai agenda politik penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilu adalah proses politik melalui mana kelangsungan dan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan harus dilewati.
Hingga di sini makin jelas, mengapa perencanaan pemilu harus komprehensif. Menyeluruh. Seluruh aspek mesti dipertimbangkan. Aspek sosial, politik, budaya, sosiodemografis, administratif hingga aspek klimatologis. Jadi, andai gegara cuaca tidak diantisipasi lalu mengakibatkan rusaknya surat suara, apalagi yang sudah tercoblos, maka yang terancam adalah legitimasi pemilu dan kedaulatan rakyat. (Aga)