Audiotorial “Janji Kandidat”

Tiga paslon Bupati-Wakil Bupati Jember sama-sama berjanji tidak bakal mendukung eksplorasi dan eskpolitasi tambang emas. Pertimbangannya adalah kelestarian lingkungan dan resistensi sosial.

Pemilu memang lekat dengan  Janji. Di pemilu tak seorangpun calon pemimpin yang tidak melontarkan janji. Pendek kata, pemilu adalah peristiwa politik tebar janji. Janji dikemas dalam narasi yang meyakinkan, masuk akal dan seolah menjawab persoalan serta kebutuhan masyarakat luas. Tak jarang pula ada janji yang sulit diterima nalar, karena tidak realtis, abstrak bahkan kebablasan. Bagaimana tidak dibilang kebablasan ketika misalnya ada calon pemimpin berbusa-busa berjanji membangun jembatan di suatau wilayah sementara di wilayah itu tidak satupun sungai yang melintasinya.

Tidak ada yang salah dengan janji yang dilontarkan dan ditawarkan calon pemimpin. Calon pemimpin memang harus punya janji. Hanya saja janji itu mesti diskeptisi dan dikritisi. Diskeptisi dan dikritisi apakah janji itu masuk akal, realistis dan bisa diwujudkan. Diskeptisi dan dikritisi apakah sang calon pemimpin tidak ingkar janjinya.

Salah satu cara yang bisa ditempuh warga adalah membuka, menelisik dan menelusuri rekam jejak calon pemimpin. Jika menelisik rekam jejak tidak memungkinkan, masih tersedia bagi warga menilai kualitas calon pemimpin lewat debat publik.

Di Jember pilkada diikuti 3 paslon. 2 paslon diusung parpol. Satu paslon yang lain berangkat dari jalur perseorangan. 2 paslon yang diusung parpol adalah pendatang baru. 1 paslon yang lain adalah petahana. Bagi warga mungkin agak sulit menelisik rekam jejak paslon pendatang baru. Tetapi tidak dengan paslon petahana.

Begitulah, bagi warga sangat penting bersikap skeptis dan kritis. Skeptis dan kritis terhadap janji yang ditebar calon pemimpin. Skeptis dan kritis terhadap komitmen calon pemimpin. Sebab, pilkada adalah peristiwa politik. Orientasi yang  terjun di dalamnya cenderung bergeser. Bergeser menjadi politisi. Namanya kecenderungan. Jadi, tidak semua yang terjun ke dunia politik menjadi politisi.

Dalam dunia politik ada ungkapan akademisi tidak boleh bohong tetapi boleh salah. Sedang politisi boleh bohong tetapi tidak boleh salah. Akademisi boleh salah karena terbuka lebar kemungkinan memperbaiki kesalahan itu. Sebab,  kesalahan dalam dunia akademis adalah kesalahan metodologis. Kesalahan metodologis bukanlah kebohongan. Sebaliknya, politisi boleh bohong tetapi tidak boleh salah. Sebab, ketika dia salah,  maksudnya salah dalam berbohong, maka bohongnya akan ketahuan. (Aga)

 

Comments are closed.