Aparatur Sipil Negara sebutan lainnya adalah birokrat. Sebagaimana ideal birokrasi, ASN terikat seperangkat aturan dan etika yang mengharuskannya apolitis. Birokrasi adalah organisasi yang antara lain dicirikan strukturnya hirarkis, menghendaki kompetensi, rasional , dikelilingi aturan yang sangat ketat dan impersonal. Birokrasi juga dijelaskan sebagai pelaksana kebijakan. Kebijakan yang dihasilkan melalui proses politik. Karena hanya sebagai pelaksana, maka birokrasi harus apolitis. Agar birokrasi apolitis, maka para politisi juga tidak diperkenankan mempolitisasi birokrasi.
Pendek kata, birokrasi itu impersonal dan apolitis. Dia tidak bergantung pada rezim. Ketika birokrasi bergantung pada rezim atau pejabat politik, maka yang terusik adalah urusan pemerintahan dan layanan publik. Hal yang sama juga akan terjadi apabila rezim atau pejabat politik melakukan campur tangan terhadap birokrasi. Rancangan seperti ini dibuat agar urusan pemerintahan dan layanan publik terjaga kelangsungannya kendati rezim mengalami pergantian. Karakter rasional, obyektif dan mengagungkan kompetensi juga rusak ketika birokrasi politis atau dipolitisasi.
Begitulah, hingga di sini menjadi jelas mengapa Kementerian Dalam Negeri memblokir data ASN yang diketahui tidak netral dalam pemilu. Termasuk tentu saja pilkada. ASN yang tidak netral akan merusak tatanan. Tatanan birokrasi juga akan rusak ketika pejabat politik melakukan campur tangan ke dalam urusan birokrasi.
Akhirnya, kabar bahwa Kemendagri memblokir data ASN yang oleh Komisi ASN dinyatakan tidak netral dalam pemilu bisa dipahami. Kabarnya ada 67 Daerah yang data ASN-nya diblokir Kemendagri. Salah satunya adalah Jember. Konsekuensinya, ASN bersangkutan terhambat karirnya.
Akhirnya, politisasi birokrasi harus segera diakhiri. Sebab, orientasi birokrasi tidak lain dan tidak bukan adalah pelaksana kebijakan dan layanan publik. (Aga)